REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penunjukan figur sebagai Panglima TNI menjadi hak prerogatif Presiden.
"Pengganti Panglima TNI saat ini merupakan hak prerogatif Presiden sehingga Beliau boleh mengganti Panglima TNI dengan siapapun," kata Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI Ahmad Muzani, Rabu (3/6).
Anggota Komisi I DPR RI itu, menjelaskan Presiden merupakan panglima tertinggi dan memiliki kewenangan mengangkat siapapun dari matra apapun. Dia mengatakan jabatan Panglima TNI sebenarnya tidak bergiliran dijabat oleh masing-masing matra di TNI karena dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, tidak diatur mengenai hal tersebut.
"Apabila digilir oleh Presiden maka itu suatu tradisi yang dilakukan beberapa pejabat presiden sebelumnya sejak Abdurahman Wahid," katanya.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra itu, optimistis Presiden Jokowi memiliki pertimbangan dalam memilih Panglima TNI menggantikan Jenderal Moeldoko. Dia tidak mempermasalahkan asal matra calon Panglima TNI meskipun Presiden Jokowi ingin mengembangkan poros maritim dunia.
"Terserah kepada Presiden Jokowi apakah KASAU atau kembali ke Angkatan Darat karena itu hak Presiden yang diatur undang-undang," ujarnya.
Dia mempersilakan kepada Presiden untuk menggunakan haknya tersebut, dalam menentukan Panglima TNI dari matra apapun. Namun, Muzani menekankan sosok Panglima TNI ke depan harus mendapatkan dukungan yang kuat dari berbagai pihak.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko akan mengakhiri masa jabatannya pada 1 Agustus 2015, namun Presiden Joko Widodo belum memutuskan calon pengganti Moeldoko tersebut.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan tidak tahu kapan nama pengganti Moeldoko akan dibahas. Berdasarkan Pasal 13 Ayat 4 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, jabatan Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan.