REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Tim Transisi Pembenahan Tata Kelola Sepak Bola Indonesia Zuhairi Misrawi menegaskan, kepemimpinan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti belum mendapatkan surat pengesahan Kementerian Pemuda dan Olahraga, sehingga tidak memiliki status hukum (legal standing).
"Yang dibekukan oleh Menpora itu, PSSI-nya Johar Arifin. Itu sebelum kongres luar biasa PSSI. Makanya, setelah itu ada konggres luar biasa, kemudian La Nyalla terpilih itu belum dapatkan surat pengesahan Kemenpora," katanya pada diskusi Dialog Kenegaraan DPD di Senayan Jakarta, Rabu (3/6).
Diskusi tersebut juga menghadirkan Anggota DPD Habib H Said Ismail dan Pengurus Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) Jannes Silitonga. Karena itu, tambahnya, kepemimpinan La Nyalla tidak ada status hukumnya memimpin PSSI.
"Jadi, sampai sekarang PSSI pimpinan La Nyalla belum mendapatkan surat pengesahan dari Kemenpora," katanya. Misrawi menegaskan, keinginan pemerintah adalah melakukan reformasi total. "Ini reformasi total. Ini revolusi mental dalam pengelolaan sepakbola," katanya.
Dia mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah adalah untuk menyelamatkan PSSI dan sepakbola Indonesia. Menurut Misrawi, mundurnya Ketua FIFA Sepp Blater membuat keputusan pemerintah dalam pembenahan PSSI menemukan momentumnya baik secara nasional maupun internasional.
"Ini ada yang salah dalam tata kelola klub maupun PSSI. Yang utama selama ini di PSSI tidak ada transparansi tata kelola keuangan baik di klub maupun di PSSI," katanya.
Sementara Jannes Silitonga menegaskan bahwa yang diharapkan dari para pemain adalah ketegasan tim transisi. "Kapan kompetisi dimulai lagi? Harus ada ketegasan, lanjutkan kompetisi ini. Pemain hanya minta ketegasan, siapapun yang mengambil alih. Karena masa produktifitas pemain terbatas," katanya.
Dia menjelaskan, selama ini para pemain selalu miris, jika ada pemain yang cedera, maka semuanya lari, tak mau tanggung jawab. Selama kisruh itu, tambah dia, klub selalu punya alasan menunda pembayaran karena alasan tak ada kompetisi.
"Pemain juga ingin dihargai sebagai subjek. Kalau perlu tak harus seperti statuta FIFA, tapi kalau cedera harus ada yang tanggung jawab. Ingat masa produktif pemain hanya rata-rata 10 tahun. Jangan biarkan masa produktif pemain ini dirampok," katanya.