Kamis 04 Jun 2015 04:07 WIB

Syafii Maarif: Negara Asing Menyamun Sumber Daya Energi Indonesia

Rep: C94/ Red: Erik Purnama Putra
Cendekiawan Muslim Ahmad Syafii Maarif.
Foto: Prayogi/Republika
Cendekiawan Muslim Ahmad Syafii Maarif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diingatkan untuk mulai mengelola potensi kekayaan alam sendiri. Hal itu demi mencapai kedaulatan negara dan berbangsa dalam sektor energi.

Menurut tokoh bangsa Ahmad Syafii Maarif, Indonesia sudah menghadapi keadaan krisis energi, sehingga jika tidak berhati hati-hati dalam setiap pengelolaannya akan bisa membahayakan kehidupan berbangsa. "Kekayaan kita itu sudah sampai pada titik lampu kuning," ujarnya kepada Republika, Rabu (3/6).

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah tersebut menjelaskan, negara asing sudah menyamun sumber daya energi di Indonesia, sejak lama. Karena itu, pemerintah saat ini harus tegas dalam mengatur energi. "Karena hidup matinya bangsa kita bergantung kepada bagaimana berpolitik secara tepat dan bijak untuk ini," ujar pria yang akrab dipanggil Buya itu.

Dia mengungkapkan, banyak oknum yang bermain dan berpetualang di sektor migas, pertambangan, dan sektor kekayaan alam lainnya. Hal itu membuat bangsa ini sudah tertatih dalam menyejahterakan rakyatnya. "Oknum itu adalah anak bangsa yang tuna moral dan tuna fisik."

Bunya menambahkan, peyamun sumber daya alam Indonesia berasal dari bangsa asing dan agen domestik. Agen domestik, kata dia, adalah orang Indonesia sendiri yang bukan memiliki mental pejuang. Mereka bermental fragmatis serta tidak lagi memiliki visi dan misi keindoinesiaan, kebangsaan, dan keadilan.

"Jika tidak ada tindakan radikal dari pemerintah untuk memberantas asing dan oknum bangsa. Indonesia di kemudian hari akan gelap," prediksi Buya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement