REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Pengamat sepak bola asal Papua yang juga pemilik sekolah sepak bola Embun Syklop (Emsyk) Uni Papua berpendapat sanksi FIFA kepada PSSI sebagai pelajaran untuk pembenahan internal sepak bola Tanah Air.
"Dengan adanya suspend dari FIFA, mudah-mudahan akan memberikan pelajaran berharga buat PSSI untuk ke depan agar lebih peduli lagi dalam melakukan pembinaan dan pembenahan," kata Beny Pepuho, pemilik klub dan SSB Emsyk Uni Papua di Jayapura, Rabu (3/6) malam.
Menurut dia, sanksi FIFA kepada PSSI terkait pembinaan usia dini tidak berdampak signifikan karena selama 10 tahun terakhir induk sepak bola itu kurang perhatian.
"Contoh kasus, dulu sebelum 2005 ada kompetisi U 15 namanya Medco, U18 namanya Suratin, tapi sekarang sejak 2005 jarang dilakukan atau boleh dibilang nihil. Kalaupun ada hanya U12 itu pun oleh Danone/Aqua untuk kompetisi tingkat nasional," katanya.
Sementara kompetisi di tingkat daerah lebih parah lagi, karena yang diperhatikan hanya Divisi I, II dan III sementara Usia 12, 15, 18 dan 21 seperti mati suri.
"Makanya jangan heran pemain timnas U19 juara AFF tidak ada anak-anak Papua, justru Kemenpora lewat Dinas Pemuda Olahraga (Dispora) yang rutin memutar kompetisi, contoh Kejurnas pelajar, Kejurnas PPLP, Liga Pendidikan Indonesia," katanya.
"Sejujurnya SSB seperti Emsyk selama ini hanya mendapat bantuan dari Dispora dan Persipura karena ada pemain dari klub yang direkrut oleh Persipura tapi kalau dari PSSI sebagai induk olahraga sepak bola di daerah, kami tidak mendapat bantuan apa-apa," lanjutnya.
Bantuan yang diberikan oleh PSSI, kata Beny Pepuho, selama ini hanya bersifat adminstrasi seperti rekomendasi atlet, pelatih dan klub.
"Padahal PSSI mendapat bantuan dari FIFA dan KONI, cuma berapa jumlahnya yang pasti tidak sampai ke pembinaan usia dini. Oleh sebab itu sanksi FIFA kepada PSSI diharapkan bisa menjadi teguran positif, jangan mengatasnamakan pembinaan tapi realitas di lapangan tidak seperti itu," katanya.