REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini mengakui memberikan uang tunjangan hari raya (THR) sebesar 200 ribu dolar AS untuk Sutan Bhatoegana. Uang tersebut tidak diserahkan langsung ke Sutan, namun dititipkan melalui Anggota Komisi VII DPR RI periode 2009-2014, Tri Yulianto.
"200 ribu dollar AS saya serahkan ke Tri di toko buah All Fresh. Saya sebelumnya menyampaikan ke Tri akan menyerahkan sesuatu ke Pak Sutan. Lalu kata Tri dititipkan saja ke dia (Tri)," kata Rudi saat bersaksi untuk Sutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/6).
Dalam persidangan Rudi menjelaskan, uang tersebut diberikan di parkiran All Fresh dan proses penyerahannya cukup singkat karena dirinya harus pergi ke Bandung. Dalam penyerahan uang tersebut, Rudi mengatakan Tri didampingi oleh sopir pribadinya. "Uang saya masukkan ke dalam ransel hitam," imbuh Rudi.
Setelah beberapa hari, Rudi bertemu dengan Sutan saat berkunjung ke kediaman dinasnya di kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan. Rudi menanyakan kepada Sutan apakah sudah menerima uang yang dititipkannya kepada Tri.
"Saya tanyakan ke pak sutan apakah sudah terima? Pak Sutan jawab sudah. Dan Pak Sutan mengatakan anggota DPR ada 54. Dalam pengertian saya berarti itu kurang uangnya," papar Rudi.
Sebelumnya, Mantan Ketua Komisi VII DPR itu didakwa menerima uang suap sebesar 140 ribu Dollar AS oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Uang suap itu berasal dari Sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang pada saat itu dijabat oleh Waryono Karno.
Lalu, pada dakwaan kedua, Sutan didakwa menerima sejumlah pemberian, antara lain menerima uang 200.000 dollar AS dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini; satu unit mobil Toyota Alphard senilai Rp 925 juta dari pengusaha Yan Achmad Suep; uang tunai sejumlah Rp 50 juta dari mantan Menteri ESDM, Jero Wacik; serta mendapatkan tanah rumah sebagai posko pemenangan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.
Atas perbuatannya, Sutan dijerat Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.