REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) nonaktif Abraham Samad menyebutkan kasus penembakan yang disangkakan pada Novel secara eksplisit telah dihentikan baik oleh mantan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo maupun penerusnya Jenderal Pol Sutarman.
"Dalam perundingan itu pihak kepolisian diminta hentikan kasus Novel. Setelah itu pak Timur (Pradopo) berhenti jadi kapolri kemudian digantikan oleh pak Sutarman. Ketika saya tanyakan ulang ke pak Sutarman beliau menjawab bahwa benar kasus hukum Novel sudah dihentikan," kata Samad dalam keterangannya di sidang praperadilan Novel Baswedan melawan Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6).
Samad menceritakan proses perekrutan Novel sebagai penyidik KPK yang terlebih dulu diawali dengan pengecekan kembali terkait status hukum Novel dalam perundingan antara dirinya dengan mantan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo difasilitasi oleh mantan Mensesneg Letjen TNI (Purn) Sudi Silalahi dan dipimpin langsung oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Karena instruksi dari mantan Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman tersebut, kata Samad, maka pada gelombang pertama diberhentikanlah 15 dari 26 penyidik Polri yang mengajukan permohonan menjadi penyidik di KPK. Setelah itu melalui SK dari pimpinan KPK kelima belas orang tersebut, termasuk diantaranya Novel Baswedan, resmi diangkat menjadi pegawai tetap lembaga antirasuah tersebut.
Meskipun mengaku tidak mengetahui tentang ada atau tidaknya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus hukum yang menimpa Novel, namun Samad mengatakan bahwa keterangan mengenai penghentian penyidikan kasus Novel ditegaskan oleh mantan Jenderal Pol Sutarman sesuai putusan institusi di masa lalu.
Selain itu, katanya, ada pula instruksi lisan dari Presiden SBY yang pada pokoknya memerintahkan agar kasus Novel Baswedan ditangguhkan penanganannya karena waktunya tidak tepat.
Usai sidang, ketika ditanya lebih lanjut terkait keterangannya tentang penghentian kasus Novel, Samad menjelaskan bahwa yang menjadi persoalan adalah tidak adanya "hitam dia atas putih" atau pernyataan resmi bahwa kasus Novel sudah dihentikan penyidikannya pada masa pemerintahan SBY.
"Kan Presiden lho, masa kita mau minta kepada Presiden misalnya 'pak ini hitam diatas putihnya mana?' atau 'bapak harus bikin surat hitam di atas putih', kan tidak masuk akal," tuturnya.