REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi tengah menyelidiki rekening dan investasi milik 44 warga negara Libanon terkait Hizbullah. Kabar ini muncul setelah pembekuan aset dua anggota Hizbullah bulan lalu oleh Arab Saudi.
Pembekuan dilakukan karena berhubungan dengan aksi terorisme di Timur Tengah, termasuk di Yaman serta Suriah. Tak hanya dibekukan, keduanya juga dilarang berurusan dengan warga Saudi, atau pun sebaliknya.
Pakar Keuangan, Fadel AL Buainain menyebutkan, ada beberapa cara untuk melacak orang serta perusahaan yang mencurigakan. Diantaranya dengan memeriksa likuiditas dan transaksi mereka. Menurutnya, pihak perbankan bisa membrikan banyak informasi mengenai hal itu.
Dilansir Arab News, Jumat, (5/6), Buainain juga mengungkapkan, tampaknya ada aktivitas di bidang real estate sejak 1990-an oleh beberapa orang yang tak mungkin dapat melakukannya tanpa bantuan dari luar. Keuntungan dari investasi tersebut nantinya dialihkan ke luar negeri. Buainain menambahkan, beberapa lembaga investasi beroperasi selama bertahun-tahun di kawasan teluk demi mendukung beragam aksi terorisme.
Di Arab Saudi sendiri, proses pencarian rekening yang diduga berhubungan dengan terorisme sudah mulai dicari. Hanya saja, terdapat kelambanan di Dewan Kerjasama Teluk (GCC), karena mereka takut bakal mengganggu operasional perbankan di negaranya.
Kepala Kampanye Sakinah Kementerian Urusan Islam, Abdulmunim As Mushawah menjelaskan, organisasi semacam Hizbullah tak lebih dari 'kelompok pengganggu' yang tak bermoral dalam menjalankan bisnisnya. Ia menambahkan, organisasi teroris pun biasanya bekerja dalam kerahasiaan serta memakai orang di dalam negara guna mendirikan bisnis yang dapat mereka gunakan untuk membiayai operasinya.