REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Political Communication (Polcom) Institute, Heri Budianto berpendapat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan berani memilih salah satu pihak dari Partai Golkar untuk maju Pilkada nanti. Walaupun telah ada putusan PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, namun menurut Heri, vonis itu belum inkracht.
"Dalam peraturan KPU kan sudah jelas, partai yang akan ikut Pilkada itu harus inkracht (berkekuatan hukum tetap)," kata Heri, Jumat (5/6).
Ia menilai Ical dan Agung seharusnya bisa menjalankan islah yang telah disepakai bersama untuk hadapi Pilkada. Namun pada kenyataannya, islah ini dilanggar karena kedua belah pihak masih saling klaim pihaknya yang paling benar.
"Islah seharusnya dirawat karna sudah positif untuk Golkar jelang Pilkada," tuturnya.
Sebelumnya, kepengurusan Golkar versi munas Ancol, mengancam akan membatalkan kesepakatan islah terbatas dua petikai. Ketua DPP Golkar kubu Agung, Leo Nababan menyampaikan kubunya akan menarik diri dari semua kesepakatan islah terbatas jika Ical menolak untuk memberikan kewenangan kepada Agung Laksono sebagai penandatangan pencalonan kepala daerah usungan Golkar dalam Pilkada 2015.
Namun, Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie mengatakan tak masalah jika kubu Agung Laksono membatalkan kesepakatan bersama perdamaian sementara dua kubu yang tengah berkonflik. Ical menegaskan tanpa kesepakatan pun, sejatinya kepengurusan Golkar yang sah tetap mengacu pada keputusan pengadilan.