REPUBLIKA.CO.ID, BONE-- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak ada ketentuan jabatan panglima TNI harus bergiliran antara AD, AU dan AL.
"Tidak ada ketentuannya sekarang (apakah) harus angkatan darat, angkatan udara atau angkatan laut. Tetapi hanya siapa yang mampu, tentu Presiden akan memilih siapa yang mempunyai kemampuan hebat," kata Wapres Kalla usai meninjau revitalisasi Bendung Gerak Sengkang di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, Sabtu (6/6).
Ia menjelaskan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI hanya menyebutkan jabatan panglima diemban oleh bekas kepala staf yang sudah memangku bintang empat. "Memang itu tidak tertulis, sebenarnya bukan menghabiskan, tetapi ketentuan itu memang tidak tertulis karena ketentuannya hanya seorang bekas kepala staf, yang artinya sudah bintang empat. Itu saja," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan jabatan panglima TNI secara bergiliran antar angkatan yaitu AD, AU dan AL, bukanlah harga mati, namun lebih kepada hak prerogratif presiden.
Ia juga mengatakan karena sebelum Jenderal Moeldoko, yang berasal dari unsur TNI AD, Jabatan Panglima TNI dijabat dari Angkatan Laut, maka bila mengacu pada proses giliran dalam jabatan tersebut seharusnya periode kali ini diisi oleh unsur Angkatan Udara.
"Seharusnya kan dari AU, tapi kan bisa iya dan juga bisa tidak, bisa saja laut lagi. Terus bapak presiden minta sekarang AD ya boleh, terserah presiden yang menggunakan itu, ini karena konsepnya maritim ya bisa saja angkatan laut lagi, tapi kalau bergilir sih Angkatan Udara," jelas Tedjo.
Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo belum membicarakan masalah tersebut lebih jauh, karena hal tersebut masih dipertimbangkan secara matang. "Pengganti Moeldoko belum dibicarakan. Presiden masih mempertimbangkan hal ini, kan hanya dari tiga angkatan calonnya yaitu Kasad, Kasal dan Kasau itu terserah bapak Presiden," ujarnya.