REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir mengatakan peredaran ijazah palsu akan menjatuhkan marwah pendidikan dan menjatuhkan sistem pendidikan Indonesia untuk menuju kelas dunia maupun Asia Tenggara.
"Sulitnya memberantas ijazah palsu sama seperti memberantas korupsi. Apapun itu, persoalan ijazah palsu harus diberantas," kata Menteri dalam Seminar Nasional Membangun Indonesia yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa NU Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) di Kampus Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (7/6).
Menteri mengatakan, pihaknya sudah memiliki data sejak lama terkait praktik ijazah palsu tersebut, praktek tersebut mulai terjadi sejak 2012. Saat ini upaya pemberantasan telah dilakukan dengan melibatkan banyak pihak seperti Kementerian Pemberdayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Polri, dan unsur masyarakat lainnya.
Saat ditanya berapa jumlah perguruan tinggi fiktif yang menjual ijazah palsu, menteri mengatakan secara kuantitatif dapat dilihat di pangkalan data Dikti. Dalam data tersebut terlihat jumlah perguruan tinggi negeri yang aktif dan non aktif di seluruh Indonesia.
"Yang non aktif ini ratusan, jika ditelisik lebih dalam ada beberapa yang dicurigai jual beli ijazah. Baru-baru ini tertangkap dua orang yang mengatasnamakan Universitas Syahkuala di Aceh menjual ijazah palsu. Di Medan juga ada penangkapan, tinggal lagi di Jawa sedang kita tunggu polisi bertindak," katanya.
Menteri mengatakan, upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan ijazah palsu yakni melindungi masyarakat dengan memperkuat data induk Dikti yang menyimpan data otentik informasi perguruan tinggi yang aktif dan non aktif.
"Kami juga meminta badan pengawas perguruan tinggi untuk meningkatkan pengawasan terutama perguruan tinggi swasta," katanya.
Menurutnya, praktek ijazah palsu muncul karena adanya permintaan dan adanya penyedia. Beberapa motif penggunaan ijazah palsu diantaranya untuk keperluan mencari pekerjaan, untuk kenaikan jabatan, dan ada juga untuk kebanggaan karena memiliki gelar sarjana.
"Kita sudah minta Menpan-RB untuk menindaklanjuti, jika ada pegawai yang menggunakan ijazah palsu begitu juga dengan pengguna lainnya, sanksinya berat sekali, baik pengguna maupun penyedia akan dikenai hukuman 10 tahun penjara atau denda setara satu miliar," katanya.