REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan belum tampil di depan publik sejak hasil pemilu. Tapi diperkirakan ia akan bertemu dengan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu pada Selasa (9/6).
Setelah hasil resmi diumumkan, ia akan meminta Davutoglu mencoba membentuk pemerintahan. Tapi Erdogan menyatakan, pemilu dini akan dilakukan jika Davutoglu sebagai pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) gagal membentuk pemerintahan koalisi dalam 45 hari.
Kegagalan AKP Ahad lalu, meraih suara mayoritas menandai akhir dari satu dekade lebih aturan partai tunggal dalam pemerintahan. Ini bisa diartikan sebagai kemunduran bagi Erdogan dan Davutoglu yang menggawangi AKP.
Kedua pria digambarkan sedang dihadapkan pada dua pilihan antara 'Turki baru' atau kembali pada sejarah pemerintahan koalisi. Pemerintahan koalisi ini umumnya ditandai dengan umur pendek, ketidakstabilan ekonomi hingga kudeta militer.
Selain AKP dan MHP, kubu lain yang memiliki suara kuat adalah Partai Republik Rakyat (CHP). CHP merupakan kelompok terbesar kedua di parlemen yang menguasai seperempat suara. Tapi secara ideologis, CHP menentang AKP dan telah lama mengesampingkan prospek koalisi dengan partai berkuasa tersebut.
Kemenangan pada pemilu Ahad justru dirasakan oleh Partai Demokratik Rakyat (HDP). Dalam pemilu ini, untuk kali pertama HDP berhasil meraih suara melampaui ambang batas atau threshold. Ini membuat HDP untuk pertama kalinya berhasil memasuki parlemen.
Namun lagi-lagi, partai ini pun mengesampingkan koalisi dengan AKP. Pemimpin mereka Selahattin Demirtas mengatakan pada Ahad, hasil pemilu telah mengakhiri ambisi Erdogan untuk memperluas kekuasaannya.