REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai sidang isbat penentuan awal Ramadhan dan Syawal lebih baik tertutup. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan diskusi yang lebih mendalam dan menghindari politisasi.
"Ya lebih baik tertutup supaya bisa berdiskusi lebih mendalam," ujar Din, Selasa (9/6).
Din menilai, sidang isbat terlalu singkat dan bersifat formalitas. Menurutnya, durasi sidang isbat kurang cukup untuk berdiskusi. Ia menyarankan diskusi bisa dimulai jauh hari sebelumnya.
Sidang tertutup, menurut Din, juga bisa menghindari politisasi. "Pada hemat saya, ketika era Menteri Suryadharma Ali ada politisasi," ujar Din.
Din mengatakan, sebelum era SDA rapat isbat selalu tertutup. Kemudian, kata Din, rapat tersebut dibuka kepada pers namun terdapat oknum-oknum yang justru menjelekkan pendapat lain.
"Itu tidak baik bagi umat," kata Din.
Din mengatakan, Muhammadiyah ketika itu lantas memutuskan untuk tidak mengikuti sidang itsbat. Dia mengakui susah untuk mencari titik temu dari perbedaan pandangan ini.
Meski begitu, ia mengapresiasi ikhtiar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang ingin menyamakan pandangan dalam penentuan awal penanggalan Hijriyah.
"Alhamdulillah Menteri Agama sekarang punya wawasan penengah dan sudah datang ke Muhammadiyah," ujarnya.
Muhammadiyah telah menentukan awal Ramadhan pada 17 Juni malam. Din memperkirakan tahun ini tidak akan terjadi perbedaan awal Ramadhan mengingat posisi hilal ketika matahari terbenam berada jauh di atas ufuk pada hari itu.