Rabu 10 Jun 2015 06:15 WIB

Parlemen Libya Tolak Usulan Damai PBB

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Dwi Murdaningsih
Kekerasan melanda Libya (ilustrasi)
Foto: Reuters/Esam Omran Al Fetori
Kekerasan melanda Libya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Parlemen terpilih di Libya menolak draft usulan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) soal perdamaian di negeri tersebut. Anggota Parlemen Libya, Tareq al-Jouroushi menyampaikan, bahwa lembaga pemerintahan legislasi itu telah membuang rencana penyatuan kekuasaan untuk membentuk pemerintahan di Tripoli.

"Mayoritas kami (anggota Parlemen) memilih untuk menolak usulan PBB tersebut," kata al-Jouroushi, kepada Associated Press (AP), dan dilansir al-Arabiyah, Selasa (9/6).

Dikatakan olehnya, penolakan tersebut juga disertai dengan keputusan melarang delegasi perdamaian untuk Libya, bepergian ke Eropa ataupun keluar dari wilayah Afrika Utara.Parlemen meyakini, pembentukan pemerintahan akan tetap dijalankan tanpa perlu adanya upaya penyatuan dua kekuasaan yang sedang bertikai di negeri tersebut.

Dikatakan, sampai hari ini, Libya terbelah menjadi dua kekuasaan pascaruntuhnya pemerintahan di Tripoli sejak Muammar Khadafi tewas dalam pemberontakan beberapa tahun lalu. Libya terbagi dua kekuasaan, Libya bagian barat, dan Libya bagian timur. Dua kekuasaan tersebut sampai hari ini masih saling melakukan kontak senjata untuk menguasai pemerintahan Libya.

Namun, internasional hanya mengakui kekuasaan resmi berada di Libya wilayah timur. Sedangkan, Libya bagian barat, dikuasai kelompok bersenjata Islam. Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) menilai, bercokolnya kelompok Islam di barat Libya, membawa ketakutan baru. Sebab, rentan terhadap masuknya paham radikal kelompok bersenjata Negeri Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Ketakutan tersebut, menciptakan upaya penyatuan dua kekuasaan yang dimediasi oleh PBB. Utusan Khusus PBB, Bernardino Leon diminta internasional untuk menjadi mediator penyatuan dua kekuasaan tersebut. Akan tetapi, usaha menemukan titik persamaan dua kekuasaan mengalami jalan buntu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement