REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat intelijen dan militer Susaningtyas Kertopati berpendapat, ditunjuknya Letjen (Purn) TNI Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tidak menjadikan BIN mengalami kemunduran dalam early warning system.
"Sutiyoso sendiri sudah lama tak berada dalam sistem. Semoga saja dia masih memiliki kepekaan seorang perwira intelijen," kata Susaningtyas, Rabu (10/6).
Menurut dia, intelijen adalah mata telinga Presiden, sehingga dibutuhkan sosok yang cocok dengan Presiden dan menjiwai visi dan misi yang diemban oleh pemerintah dipimpinnya.
Mantan anggota Komisi I DPR ini mengatakan, penguatan dalam penanganan potensi gangguan, ancaman faktual, gangguan nyata dan ambang gangguan harus benar-benar dilaksanakan secara serius dan profesional.
"Lamanya Sutiyoso diluar sistem juga dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja BIN. Tapi, tentu kita harus lihat kinerjanya dulu," tutur Nuning sapaan Susaningtyas.
Penguatan kapasitas dan kapabilitas intelijen ke depan harus dilengkapi dengan pelatihan dan pendidikan karena kian ke depan sistem keamanan dan pertahanan negara kian luas dan makin kompetitif.
"Jadi bukan semata hanya terkait soal intel intai dan tempur (taipur), tapi juga mengedepankan intel 'proxy' dan juga 'cyber'," ucapnya.
Ia berharap Kepala BIN ke depan mampu membereskan kekurangan yang ada dalam internal BIN baik SDM maupun "soft ware" dan "hard ware" BIN.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan rekam jejak dan kompetensi dalam penunjukan Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelejen Negara (KaBIN).