Jumat 12 Jun 2015 16:51 WIB

Tantangan Muhammadiyah tak Bisa Dianggap Enteng

Rep: M Subarkah/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, Senada dengan Mu’ti, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai, tantangan yang dihadapi Muhammadiyah kini memang tak bisa dianggap enteng. Hal ini karena masyarakat Indonesia sekarang ini sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri dan jasa yang kemudian mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan sosial.

“Realitas baru jelas mengisyaratkan masyarakat kita tengah mengalami proses pengotaan (urbanisasi). Sebagai konsekuensinya maka akan ada harga yang harus dibayar, yakni munculnya situasi ‘kehampaan jiwa’ dari manusianya karena setiap hari hidup mengejar ambisi. Manusia kemudian menjadi homo economicus sejati atau manusia yang rakus,” kata Haidar.

Dalam situasi seperti itu, lanjut Haidar, maka hanya agama yang bisa mengembalikannya. “Namun kemudian, pertanyaannya kemudian, agama yang seperti apa? Nah, di sini jawabannya jelas, yakni agama yang tidak serba fikih an sich. Tapi, agama yang berdimensi ihsan. Jadi, perspektif ihsan ini lah yang perlu dihidupkan oleh agama di dalam masa modern seperti ini.”

Mengomentari arah kebijakan Muhammadiyah yang terkait  dengan politik praktis, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq berharap agar Muhammadiyah memosisikan organisasinya sebagai tenda besar yang menaungi semua kepentingan dari para warga dan kadernya. Alhasil, ia pun meminta agar Muhammadiyah menyerahkan secara bebas pilihan serta afliasi politik dari warganya.

“Politik bagaimanapun tetap penting. Memang, Muhammadiyah tak perlu melakukan poitik praktis sebab politik Muhamamdiyah adalah politik dakwah dalam kerangka kebangsaan, kenegaraan, dan keumatan,” kata Rofiq.

Menurut Rofiq, kader dan warga Muhammadiyah juga tidak perlu merasa alergi dengan politik. Sebab, politik itu adalah hal yang mendasar di dalam ikut mengatur perjalanan negara dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, kerap kali dakwah dan poitik kerap bersinggungan layaknya dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.

“Justru, politik bagi Muhammadiyah bisa dijadikan ajang untuk membumikan ajaran Islam yang selama ini dianut Muhammadiyah. Ingat, sekarang ini sekitar 70-80 persen kader muda Muhammadiyah masuk dalam berbagai partai politik. Sayangnya, posisi mereka masih periferal. Untuk itu peran Muhammadiyah yang kini mempunya banyak aktivis politik senior perlu ikut memberdayakan mereka,” tegas Rofiq.

***

Data Amal Usaha Muhammadiyah Tahun 2015

•192 perguruan tinggi,

•5.015 sekolah-madrasah tingkat menengah,

•16.346 TK ABA- Paud

•122 Ponpes,

•557 Rumah Sakit besar, sedang, kecil

•318 Panti Asuhan,

•82 Panti Berkebutuhan Khusus,

•54 Panti Jompo,

•437 BMT

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement