REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai melanggar aturan rotasi terkait pemilihan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon Panglima TNI. Sebab, dalam pasal 13 ayat 4 UU TNI disebutkan dengan jelas aturan pergantian pimpinan lembaga militer tersebut.
Poengky menyebut, jika Jokowi mengikuti aturan, maka giliran matra udara yang berhak menduduki jabatan panglima. Dia meminta presiden bisa menaati peraturan yang telah berlaku sejak masa reformasi.
“Padahal berdasarkan pasal 13 ayat (4) UU TNI, Panglima TNI dipilih berdasarkan rotasi, maka giliran panglima TNI pengganti Jenderal TNI Moeldoko seyogyanya adalah dari TNI AU,” kata Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti kepada Republika, Rabu (10/6).
Pencalonan ini, ungkapnya, memang hak mutlak presiden sebagai pemimpin negara yang dapat memilih secara prerogatif. Namun, keputusan ini bisa menjadi preseden buruk. "Karena presiden mengesampingkan rotasi kepala staf untuk memimpin TNI," katanya.
Ia menambahkan, rotasi ini tidak hanya memberikan keadilan, tetapi juga memberikan penghargaan kepada masing-masing angkatan. Tujuannya, agar tidak terjadi penumpukan kekuatan di satu angkatan, seperti yang terjadi pada masa orde baru. Waktu itu, kekuatan TNI bertumpu pada Angkatan Darat. Ini juga ditakutkan akan terjadi pada pemerintahan Jokowi sebagai alat untuk menjaga kepentingan politiknya.
Jabatan Panglima TNI sebelum Jenderal Moeldoko adalah dari Angkatan Laut. Kemudian diganti oleh Moeldoko yang berasal dari matra darat. Jadi, jika mendasar pada peraturan, seharusnya jabatan kali ini diserahkan pada Kasau Marsekal Agus Supriyatna.