Kamis 11 Jun 2015 23:46 WIB

Soal Kontrak, Pemerintah Dinilai Lemah Terhadap Kekuasaan Freeport

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan pemerintah untuk mengubah kontrak karya PT Freeport Indonesia menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dinilai sebagai bentuk lemahnya pemerintah terhadap kekuasaan Freeport. Pengamat pertambangan Simon Sembiring menilai, menilai seharusnya pemerintah menuntaskan kewajiban Freeport untuk melengkapi studi kelayakan.

"Pemerintah lemah. Freeport yang atur pemerintah saat ini. Jangan dibalik dong. Harusnya kan studi kelayakan 2010 selesai. Omongin dulu," kata Simon, Kamis (11/6).

Simon menilai lebih baik bentuk kontrak karya dipertahankan hingga KK habis pada 2021. Dua tahun menjelang KK habis, lanjut Simon, barulah tugas pemerintahan setelah Jokowi yang menentukan bentuk kelanjutan KK, sekalipun diganti menjadi IUPK.

"2019 kan sudah pemerintahan baru. Serahkan lah kepada pemerintah baru kalau mau mengubah ke IUPK. Jangan sekarang dong. Jangan over lah. Karena kan 10 tahun. Dari mana dasarnya. Ini kan bukan yang baru. Ini kan kontrak karya," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengubah Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Perubahan bentuk izin ini memberikan sinyal dari pemerintah untuk memperpanjang kelangsungan usaha PT Freeport Indonesia selama 20 tahun untuk menggarap tambang tembaga di Papua.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan pemberian perpanjangan kelanjutan usaha itu tidak melanggar ketentuan yang ada.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement