Ahad 14 Jun 2015 15:07 WIB

RSUD Indramayu Tangani Ratusan Penderita HIV/AIDS

Sejumlah anak pasien demam berdarah (DB) menjalani perawatan ruang anak RSUD Indramayu, Jawa Barat, Jumat (30/1).
Foto: Antara
Sejumlah anak pasien demam berdarah (DB) menjalani perawatan ruang anak RSUD Indramayu, Jawa Barat, Jumat (30/1).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- RSUD Indramayu menangani ratusan pasien penderita HIV/AIDS. Diharapkan, masyarakat tidak memberi stigma negatif kepada para penderita.

Pelaksana Medis Klinik Mawar RSUD Indramayu, Widiana, menjelaskan, RSUD Indramayu mulai menangani para penderita HIV/AIDS secara intensif sejak 2010. Bahkan, pada 2011, di rumah sakit tersebut didirikan Klinik Mawar, yang menjadi pusat pelayanan terpadu (TPT) bagi penderita HIV/AIDS.

''Sejak 2010 sampai sekarang, kami telah menangani 440 kasus HIV/AIDS,'' ujar Widiana, saat ditemui di RSUD Indramayu, akhir pekan kemarin.

Menurut Widiana, dari jumlah 440 kasus tersebut, hanya tersisa 58 penderita yang masih menjalani pengobatan antiretroviral (ARV) secara rutin. Sedangkan sisanya, ada yang sudah meninggal dunia maupun putus komunikasi (lost contact).

''ARV ini diminum seumur hidup. Karena itu penderita harus didampingi oleh keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO),'' tutur Widiana.

Widiana menjelaskan, para penderita HIV/AIDS yang diberikan pengobatan ARV menunjukkan kondisi penyakitnya sudah berada pada stadium tiga atau CD4 kurang dari 350. Namun, adapula penderita HIV dengan kondisi khusus yang langsung diberikan ARV meski belum stadium tiga.

Widiana menyebutkan, penderita HIV dengan kondisi khusus itu yakni ibu hamil, pasien hepatitis B, pasien TB paru, maupun kelompok risiko tinggi. Adapun kelompok risiko tinggi itu yakni laki-laki suka laki-laki (LSL) dan wanita penjaja seks (WPS).

''Untuk penderita HIV/AIDS stadium satu dan dua belum diberikan ARV. Kelompok inilah yang banyak ,'' terang Widiana.

Dirut RSUD Indramayu, Deden Bonie Koswara menyatakan, kasus HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es di tengah masyarakat. Hal itu menyusul banyaknya penderita yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita HIV/AIDS.

''Untuk mencegah HIV/AIDS, masyarakat juga harus menghindari faktor risiko penyebab HIV/AIDS,'' tegas Deden.

Deden pun berharap, masyarakat tidak mengucilkan para penderita HIV/AIDS. Mereka pun tidak perlu takut untuk bergaul dengan penderita HIV/AIDS.

''Selama ini, penderita HIV/AIDS cenderung dikucilkan hingga akhirnya berdampak psikologis yang besar bagi penderita,'' tandas Deden. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement