REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding sengaja mencari-cari kesalahan Suryadharma Ali (SDA). Penetapan SDA dalam kasus tindak pidana korupsi penggunaan dana operasional menteri (DOM) di Kementerian Agama tahun anggaran 2011-2014, dinilai mengada-ada.
KPK SDA sebagai tersangka di kasus baru, yaitu kasus DOM. Kuasa hukum SDA, Andreas Nahot Silitonga mengatakan, penetapan tersangka dalam kasus DOM terhadap kliennya ini mengada-ada. Status tersangka di kasus baru ini dinilai menunjukkan bahwa KPK sengaja terus mencari-cari kesalahan mantan menteri agama itu.
"Ini terlihat hanya mencari-cari saja. (Kasus DOM) ini sudah bergeser empat kali dari sangkaan awalnya," kata dia saat dihubungi Republika Online (ROL), Ahad (14/6).
Andreas mengungkapkan, kliennya awalnya disangka melakukan dugaan korupsi dalam penggunaan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dan penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013. Setelah itu sangkaan terhadap SDA kemudian berkembang pada tahun anggaran 2010-2011.
KPK kemudian mengembangkannya pada penyalahgunaan wewenang terkait kuota petugas haji. Hingga kemudian mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini dijerat dengan kasus penggunaan DOM saat menjabat sebagai menteri Agama.
Menurut Andreas, kasus baru yang disangkakan terhadap kliennya ini hanya upaya KPK untuk mengaburkan sangkaan awal yakni dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji yang disebut menyebabkan kerugian keuangan negara ditaksir mencapai triliunan rupiah. "Mereka (KPK) tidak bisa membuktikan (kerugian negara) yang Rp 1,8 triliun itu, makanya cari-cari yang baru," ujar Andreas.
KPK sampai hari ini memang belum memastikan kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi yang dilakukan SDA. Lembaga antikorupsi itu beralasan, kerugian keuangan negara masih menunggu finalisasi penghitungan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).