REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sebanyak 27 sertifikat hak guna usaha (HGU) ditambah satu hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI), dengan total luas lahan perkebunan 105.313.429 hektare (ha) di wilayah Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, bermasalah. HGU yang tersebar di lahan Kabupaten Mesuji sebagian besar dikuasai perusahaan besar, baik yang berasal dari penanaman modal asing (PMA) dengan mengatasnamakan orang dan perusahaan Indonesia, juga penanaman modal dalam negeri (PMDN), yang tidak sesuai dengan peruntukkan lahan HGU-nya.
Ke-27 HGU bermasalah ini dilihat dari peruntukkan lahan , luas lahan, dan kepemilikan lahan yang tumpah tindih. Bupati Mesuji, Khamamik, meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyetop penerbitan HGU di wilayah Mesuji, yang tidak jelas manfaatnya baik dengan masyarakat sekitar maupun dengan Pemkab Mesuji. Menurut dia, kehadiran perusahaan pemegang HGU dan HPHTI sedikitpun tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat dan pemerintah daerah.
"Kami minta setop penerbitan HGU di Mesuji, karena tidak ada gunanya bagi masyarakat Mesuji maupun Pemkab Mesuji. Justru perusahaan pemegang HGU ini keluar, rakyat jadi makmur," kata Bupati Mesuji Khamamik di Brabasan, Kabupaten Mesuji, Lampung, Senin (15/6).
Kepada BPN, ia meminta segera mengevaluasi keberadaan 27 HGU yang masih berlaku di daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, kepada Kementrian Kehutanan (Kemnhut) satu HPHTI yang dipegang PT Silva Inhutani Lampung (SIL) segera dievaluasi sesuai dengan Kepmenhut Nomor 93 Tahun 1997.
Jumlah luasan lahan perkebunan 27 HGU yang tersebar di Kabupaten yang baru berdiri 18 tahun ini, setelah pemekaran Kabupaten (induk) Tulangbawang, mencapai 62.213.429 ha, sedangan satu HPHTI yang dikuasai PT SIL justru lebih besar mencapai 43.100.000 ha. Sampai saat ini, keberadaan HPHTI PT SIL tidak jelas penyelesaiannya dari Kemenhut.
"Separuh dari luas lahan di Mesuji ini dikuasai HGU dan HPHTI, tapi tidak ada kontribusi ke daerah sama sekali, apalagi memakmurkan rakyatnya. Ini jelas bermasalah," kata Khamamik, yang pernah menjabat wakil raktyat di DPRD Lampung.