REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tantangan perlindungan hutan dan lingkungan aekaligus penegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan dinilai semain berat. Pasalnya, modus kejahatan lingkungan telah semakin terorganisasi dan kompleks. Makanya, penegakkan hukumnya pun tidak bisa lagi dengan cara-cara konservatif.
"Tidak bisa lagi secara konservatif, dari beberapa kasus yang kita tangani, eksekusi hukuman tak menjangkau pelaku utamanya, hanya tukang potong kayu atau driver saja, makanya putusan hukumannya ringan," kata hakim pengadilan tinggi yang pernah menangani kasus kejahatan lingkungan Nani Indrawati dalam Lokakarya Penanganan Tindakan Kejahatan Kehutanan yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Senin (15/6).
Dari beberapa kasus yang ditangani, ia melihat adanya semangat yang tinggi untuk melindungi lingkungan. Namun, banyak hal yang tak dipatuhi misalnya dalam pengumpulan bukti-bukti sehingga menjadi tidak kuat eksekusinya.
Ini akibat penyelesaian kasus kejahatan lingkungan yang disamakan dengan kasus biasa yang konservatif. Dampaknya, hakim pun memutus terlalu rendah karena hanya mendakwa pada pelaksana lapangannya saja.
Menyoal kejahatan lingkungan yang makin terorganisasi, Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani mengamininya. "Bahkan, praktik kejahatan melibatkan jaringan organisasi lintas negara," katanya.
Ia pun lantas mengajak seluruh aparat pemerintah, hukum dan masyarakat agar merapatkan barisan dengan aparat hukum lainnya. Kejahatan kehutanan, kata dia, tidak berdiri sendiri tapi berkaitan dengan masalah perizinan, penggelapan pajak dan yang lainnya, di mana makin ditelusuri, akan semakin kompleks. Solusi dimulai dari menyamakan persepsi soal kejahatan lingkungan, ia berharap lokakarya berujung pada perancangan penegakkan hukum multidoors.