REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Sriwijaya FC terancam bubar seperti klub liga profesional lainnya. Ancaman itu datang setelah manajemen klub menyatakan kehabisan dana untuk membayar gaji pemain.
Direktur Utama PT Sriwijaya Optimistis Mandiri Dodi Reza mengatakan, persoalan itu disebabkan karena sponsor secara sepihak menarik komitmen dan dukungan ke klub. "Sponsor tiba-tiba menghilang, jadi mau bayar gaji pemain dengan apa," kata Dodi di Palembang, Selasa (16/6).
Ia mengemukakan, kondisi ini membuat manajemen kesulitan untuk mempertahankan kelangsungan klub. "Selama ini manajemen sudah mati-matian mempertahankan tim, hingga mengeluarkan uang pribadi untuk membiayai kebutuhan tim, hingga menggunakan dana talangan. Namun, hingga kini para sponsor masih belum menunjukkan komitmennya," kata anggota DPR RI ini.
Menurut Dodi, kondisi ini dipengaruhi dibubarkannya kompetisi liga profesional beberapa waktu lalu sebagai muara dari perseteruan PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Padahal dari awal, manajemen sama sekali tidak mau membubarkan tim karena masih percaya bahwa beberapa sponsor 'tradisional' akan memenuhi kewajibannya seperti selama ini," ujar putra sulung Gubernur Sumsel H Alex Noerdin ini.
Namun, Dodi masih memberikan tenggat hingga satu pekan ke depan sebelum memutuskan untuk membubarkan tim. Masa ini akan dimanfaatkan untuk mendekati para sponsor Sriwijaya FC.
"Apabila persoalannya hanya karena SFC tidak berlaga, kemungkinan Laskar Wong Kito akan diikutkan pada kompetisi," kata dia.
Sebelumnya, manajemen Sriwijaya FC menyatakan tidak akan membubarkan tim karena dana pembayaran gaji akan didukung sponsor utama yakni PT Bukit Asam, Bank Sumsel Babel, PT PDPE, dan Perusahaan Gas Negara. Terkait dengan kebutuhan dana yang besar untuk menjaga keberlangsungan klub, maka manajemen telah mengambil kebijakan pengurangan gaji yakni hanya memberikan 10 persen untuk beberapa pemain.
Pemain itu, Syakir Sulaiman, Patric Wanggai, Yogi Triana, dan Pelatih Benny Dollo, dan Asisten Pelatih Hendri Susilo.
Sementara, untuk pemain lain diputuskan hanya menerima gaji senilai 25 persen dari kontrak kerja di antaranya, Asri Akbar, Titus Bonai, Ferdinand Sinaga, Fakruddin, Wildansyah, dan Jeki Arisandi.
"Pemain yang masih menerima gaji senilai 25 persen ini diwajibkan tetap di mes dan berlatih. Ini dilakukan manajemen klub untuk meminimalisasi dampak negatif, semisal cedera karena bergabung dengan liga antarkampung," kata dia.
Sedangkan, untuk pemain asing yakni Morimakan Koita (Mali), Abdulaye Maiga (Mali), Goran Ljubojevic (Kroasia), dan Raphael Maittimo (naturalisasi Belanda) diputuskan manajemen untuk dihentikan kontrak kerjanya dan telah kembali ke negara masing-masing.
Kompetisi profesional sepak bola Indonesia Liga QNB 2015 dihentikan oleh PT Liga Indonesia (operator kompetisi) pada 3 Mei 2015 setelah tidak mendapat izin keramaian dari kepolisian terkait dengan kisruh PSSI dan Kemenpora.