REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir, mengatakan penyidik harus jeli dalam menyikapi pergantian kuasa hukum tersangka penelantaran Engeline, Margriet Christina Megawe, Penyidik harus mewaspadai beberapa kemungkinan yang melatarbelakangi pergantian itu.
“Pergantian kuasa hukum memang sepenuhnya hak individu. Tidak ada batasan untuk mengganti kuasa hukum hingga beberapa kali. Namun, pergantian yang dilakukan kesekian kalinya oleh keluarga Margriet ini perlu diwaspadai apa yang menjadi latar belakangnya?” jelas Muzakir saat dihubungi ROL, Rabu (17/6).
Penyidik maupun aparat kepolisian memang tidak memiliki hak untuk membatasi siapa yang menjadi kuasa hukum individu. Pergantian maupun jumlah pergantian pun tidak bisa dipermasalahkan oleh penyidik.
“Yang bisa dilakukan penyidik hanya mewaspadai adanya sinyal-sinyal tertentu dalam proses pergantian ini, mengingat sudah ada tiga pengacara yang berbeda untuk Margriet. Apakah murni karena ketidakcocokan atau apa, sebaiknya ini menjadi catatan,” lanjut dia.
Kewaspadaan penyidik, katanya, penting sebagai bahan pertimbangan kelanjutan penyidikan. Hal itu juga diperlukan sebagai bahan referensi kepolisian dalam mempertimbangkan status hukum Margriet.
“Penyidik perlu ingat peran kuasa hukum bisa menguntungkan atau merugikan. Kuasa hukum bisa memperlemah atau membantu proses penegakan hukum. Sebaiknya penyidik semakin jeli dalam mengembangkan kasus ini,” tambah Muzakir.
Diberitakan sebelumnya, pengacara kondang Hotma Sitompul ditunjuk sebagai kuasa hukum terbaru bagi Margriet. Hotma ditunjuk oleh keluarga Margriet untuk mendampinginya dalam proses hukum kasus kematian Engeline.
Sebelumnya, M Ali Sadikin dan Bernardin sempat menjadi kuasa hukum Margriet di masa awal proses penyidikan. Bernardin tidak lagi menjadi pengacara Margriet karena alasan ketidakcocokan dan tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan kliennya.