REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemerintah Prancis mengadakan perkumpulan dengan komunitas Muslim. Konferensi tersebut diselengarakan untuk meningkatkan dialog dan menunjukkan bahwa Islam juga bagian dari masyarakat Prancis.
“Islam masih menjadi kesalahpahaman, prasangka, dan ditolak oleh warga,” kata Perdana Menteri Prancis Manuel Valls saat pertemuan, dilansir Agence France Presse, Kamis (18/6).
Meski Islam di Prancis masih ditolak oleh sebagian kelompok, namun ajaran yang dibawa Nabi Muhammad tersebut adalah agama terbesar kedua di Prancis. Untuk itulah pada konferensi yang telah dilakukan, tujuannya supaya menekankan tidak ada hubungan antara ekstremisme dan Islam. Dalam pertemuan tersebut, dihadiri 120 pemimpin komunitas Muslim dan para pejabat pemerintah.
Menurut Valls, memang konferensi ini dijadwalkan pada waktu yang menegangkan. Khususnya, kebencian yang meningkat dirasakan enam juta umat muslim. Kebencian ini terus mengakar dari kejadian Januari lalu. “Wacana kebencian di mana-mana, antisemitisme, anti-Zionisme, dan benci Israel, itu lah yang terjadi saat ini,” kata Valls
The National Observatory Againts tebtang Islamafobia, mengatakan lebih dari 100 insiden dilaporkan pada polisi. Hal ini terjadi meludaknya pasien adalah sejak serangan ke majalah Charlie Hedbo.
Observatorium juga mencatat selain hal yang dilaporkan pada polisi. Yaitu, sekitar 222 ada tindakan atau prilaku anti-Muslim. Sedangkan berbicara tentang Islamafobia, Observatorium memperingatkan Prancis mengalami peningkatan islamafobia selama tiga bulan terakhir ini. Menurut tim Observatorium, pada bulan April ini meningkat enam kali lipat dibandingkan tahun 2014 lalu.