REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Effendi Simbolon mengatakan menolak adanya dana aspirasi bagi anggota dewan dan secara pribadi tidak akan menggunakan dana tersebut.
"Kalau anggota dewan cuma usulan, saya oke saja. Tapi kalau sudah ada pagunya, Rp20 miliar rupiah per anggota ? Ini saya tak setuju. Soalnya nanti jadi komisinya berapa ? Saya tidak akan menggunakan jika memang nanti ini disetujui," kata Anggota DPR Effendi Simbolon pada diskusi di Senayan Jakarta, Kamis.
Sebelumnya Badan Anggaran DPR RI meminta dana aspirasi daerah pemilihan dinaikkan hingga Rp 15 miliar sampai Rp 20 miliar per anggota. Jika dikalikan 560 anggota DPR yang ada, estimasi total dana aspirasi mencapai Rp 11,2 triliun.
Lebih lanjut Effendi Simbolon mengkritisi soal nomenklaturnya, ketika isinya dana dan itu berdasar aspirasi, maka asumsinya ada dana 'cash' yang melekat ke anggota dewan dan bisa digunakan.
"Tapi ini nanti nomenklaturnya usulan program anggota dewan, jadi hanya usulan. Tapi kalau ada pagunya Rp 20 miliar per anggota, nanti muncul komisi dan sebagainya," kata Effendi.
Lebih lanjut Effendi Simbolon menegaskan bahwa Kuasa Pengguna Anggaran itu ada di pemerintah, jika dewan ikutan maka DPR masuk ke ranah eksekutif.
"Kalau begini kita sepertinya ingin mengubah dewan ikutan menjadi eksekutif," kata Effendi Simbolon.
Lebih lanjut Effendi Simbolon mengatakan bahwa dasar awal munculnya usulan Dana Aspirasi adalah pasal 80G Tatib DPR yang merupakan turunan dari UU nomer 17 tahun 2014 tentang MD3. Dalam pasal tersebut dinyatakan anggota dewan bisa mengusulkan program untuk dimasukan dalam APBN.
Namun, tambahnya, ada hal yang aneh ketika dalam Tatib DPR justru ada pasal yang tidak singkron dengan ketentuan yang diatur dalam tatib itu sendiri. Misalnya antara pasal 195 ayat 2 dan 5 dengan 6.
"Dan sekarang, karena tak singkronnya pasal 195 antara ayat 2 dan 5 dengan ayat (6), maka solusinya sekarang sedang digodok mau diubah lagi di Baleg," kata Effendi Simbolon.