Sabtu 20 Jun 2015 09:27 WIB

ISIS Dinilai Kalahkan Alqaidah dalam Perang Medsos

Gerakan ISIS di media sosial
Foto: VOA
Gerakan ISIS di media sosial

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Propaganda garis keras di internet dan sosial media di Asia Selatan telah membuat popularitas kelompok ISIS semakin melambung dan menyingkirkan pengaruh Alqaidah di kawasan yang sama, demikian sejumlah analis menyatakan.

Faksi-faksi yang kecewa terhadap Taliban mulai banyak yang menaruh kagum pada ISIS, terkesan dengan kemenangan kelompok tersebut di sejumlah wilayah Irak dan Suriah.

Popularitas ISIS tersebut muncul dengan mengorbankan Alqaidah yang pada masa lalu berhasil menarik perhatian para tokoh paramiliter karena mempunyai sumber pendaaan kuat. Namun kini Alqaidah tengah sibuk mengatasi serangan pesawat tanpa awak sehingga pengaruhnya di Asia Selatan turun.

"Taliban dan Alqaidah tidak lagi mendominasi wacana kelompok garis keras di internet. Sebagian besar situs-situs itu kini lebih banyak menulis dan memuji gerakan ISIS," kata Kepala analis IHS Country Risk untuk wilayah Asia, Omar Hamid, Jumat (19/6).

Sampai sejauh ini, dukungan untuk ISIS di Asia Selatan terus mengalir meski mereka itu tidak menyediakan dukungan material kepada kelompok-kelompok paramiliter seperti Taliban.

Sejumlah komandan perang Afghanistan kini telah menyatakan baiat kepada ISIS dengan alasan sebagai bentuk protes terhadap perundingan damai antara Taliban dengan pemerintah setempat. Sebagian yang lain juga mulai ragu dengan Taliban karena pemimpinnya, Mullah Omar diberitakan telah meninggal.

Di Pakistan, perebutan kepemimpinan dalam kelompok Taliban juga membuat organisasi itu terpecah. Akibatnya, sejumlah faksi sudah menyatakan kepatuhan terhadap ISIS dengan memenggal kepala seorang tentara. Tanda-tanda kepanikan dari kubu Taliban Afghanistan mulai terlihat. Pada pekan ini, pemimpin organisasi itu menulis surat kepada ISIS untuk berhenti merekrut anggota dari negaranya.

"Dua belas bulan yang lalu, sebanyak 70 persen konten sosial media dalam bahasa Urdu ataupun Pashto membicarakan kelompok jihadis di Asia Selatan. Namun sekarang berubah, 95 persen khusus membahas ISIS pada September tahun lalu," kata Hamid.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement