REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Meski telah terjadi perdamaian (islah) sementara di tingkat DPP Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono, namun nasib partai berlambang pohon beringin itu belum benar-benar aman untuk bisa ikut dalam Pilkada.
"Semua harus benar-benar selesai sebelum masa pendaftaran calon kandidat itu dibuka. Berdasarkan jadwal, pendaftaran dibuka tanggal 26-28 Juli dan ini harus dituntaskan," jelas Ketua Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan, Muh Iqbal Latief di Makassar, Jumat (19/6).
Iqbal mengatakan, KPU dalam menghadapi pemilihan kepala daerah serentak yang akan dilangsungkan 9 Desember 2015 ini hanya akan memproses pendaftar dari usungan parati politik yang tidak sedang bermasalah.
Ia juga mengaku jika Pilkada kali ini akan sangat berbeda dengan Pilkada sebelum-sebelumnya. Pada Pilkada yang lalu, setiap KPU itu menafsirkan sendiri regulasi yang ada, sedangkan pada pemilu sekarang semuanya sistem komando dari KPU-RI.
"Kita di KPU Provinsi dan kabupaten/kota itu hanya menunggu petunjuk saja dari pusat. Kalau KPU pusat bilangnya A, maka tidak ada lagi interpretasi mengenai itu," katanya.
Sementara itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik yang dikonfirmasi terpisah menjelaskan, sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pilkada, jika surat keputusan kepengurusan partai politik yang dikeluarkan Menteri Hukum dan HAM disengketakan, maka ada dua alternatif yang bisa ditempuh.
"Pertama, menggunakan putusan yang telah berkekuatan tetap atau incraht, kemudian yang kedua melakukan perdamaian atau islah. Hanya itu solusinya," jelasnya.
Adapun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) masih mengajukan banding terhadap keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan SK Menkum HAM Yasonna H Laoli terkait pengesahan kepengurusan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Sementara pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Jayadi Nas menilai, persoalan politik yang menimpa Partai Golkar sulit bisa terselesaikan dalam waktu dekat. Alasannya, kedua kubu masih mementingkan ego kekuasaan ketimbang membesarkan partai.
"Meski untuk saat ini Agung Laksono yang memegang stempel (legal standing) dari Menkum HAM, namun saya rasa KPU tidak mau gegabah menentukan sikap soal siapa berhak mengeluarkan rekomendasi," ujarnya.
Mantan Ketua KPU Sulsel ini menegaskan, KPU RI sebagi lembaga penyelenggara Pilkada bukanlah eksekutor. Makanya jika kisruh ini dikembalikan ke jalur hukum otomatis Partai Golkar tidak bisa ikut Pilkada.
"Kalau menunggu putusan berkekuatan hukum tetap, sudah jelas tidak akan tercapai hingga pendaftaran Pilkada dibuka pada 26-28 Juli nanti. Yang kasihan adalah kader potensial Golkar," katanya.
Sebelumnya, ada dua kader Golkar yang terpaksa memilih jalur independen untuk maju di Pilkada. Mereka adalah Rahmansyah dan Adnan Puritcha Ichsan Yasin Limpo (IYL). Rahmansyah yang juga anggota DPRD Sulsel ini memilih jalur perseorangan lantaran melihat kisruh Golkar tidak kunjung usai. Namun pada akhirnya membatalkan pencalonannya itu.
Sementara Adnan yang merupakan putra dari Bupati Gowa dua periode Ichsan Yasin Limpo enggan membeberkan alasannya maju di Pilkada melalui jalur perseorangan. Namun begitu, informasi yang dihimpun jika Anggota DPRD Sulsel ini memilih jalur independen lantaran khawatir Golkar tidak bisa mengusung di Pilkada.