REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C) melakukan soft opening Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Bayt Lahiya, Gaza, Palestina pada Senin (15/6) lalu. Rumah Sakit yang mulai diinisiasi sejak 2009 itu kini sudah mencapai babak akhir. Setelah serangkaian konflik yang mengadang, pembangunan fisik RSI Gaza telah selesai dan pengadaan alat kesehatan telah mencapai tahap akhir.
"Perjalanan panjang RSI Gaza sudah mendekati puncak," ujar Ketua Presidium Mer-C Henry Hidayatullah dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/6).
Dalam soft launching itu, terdapat proses penting berupa penandatanganan nota kesepahaman serah terima RSI Gaza. Mer-C selaku inisiator pembangunan RSI Gaza menyerahkan bangunan fisik berikut seluruh alat kesehatan di dalamnya kepada rakyat Palestina melalui Kementerian Kesehatan Palestina.
Henry menjelaskan, penyerahan RSI Gaza agar bisa segera digunakan untuk keperluan rakyat Palestina. "RSI diserahterimakan agar Kementerian Kesehatan Palestina bisa segera menggunakannya dan beroperasional," kata Henry.
Sejumlah pelatihan, kata Henry, akan tetap dilakukan melalui pihak Mer-C dan Palestina. Pelatihan tersebut berupa pelatihan sumber daya manusia lokal dan manajemen rumah sakit. Mer-C pun akan melakukan pertukaran pelajar untuk mewujudkan hal itu.
"Semua hasil pembangunan beserta isinya merupakan donasi murni masyarakat Indonesian," ujar Henry. Total biaya pembangunan RSI Gaza mencapai Rp 120 miliar yang dikumpulkan Mer-C dari masyarakat mulai kalangan bawah hingga atas.
Hal ini, kata Henry, menunjukkan kepedulian Indonesia pada negara yang terjajah sesuai dengan amanat pembukaan undang-undang dasar 1945.
Tahap berikutnya dari RSI Gaza akan ada grand launching. Henry mengaku sudah bertemu sejumlah tokoh bangsa yang bersedia untuk hadir. Di antaranya adalah Presiden RI Joko Widodo dan Ketua DPR RI Setya Novanto.
"Mudah-mudahan apa yang kami rencanakan mendapat ridha dan semoga rumah sakit ini bermanfaat bagi rakyat Gaza," kata Henry.