REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menilai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak relevan jika dikaitkan dengan Pilkada serentak 2015 mendatang. Apalagi sampai memunculkan wacana penundaan untuk semua daerah.
Menurutnya, hasil audit BPK dalam laporan keuangan Pemilu 2013-2014 tidak berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada nanti. "Kalau pun (penyimpangan) terjadi di daerah itu terbukti, lalu bukan daerah yang ikut pilkada, kemudian ditarik agar semua daerah ditunda, ini kan tidak relevan," kata Titi, di Jakarta, Ahad (21/6).
Ia mengatakan alasan tersebut tidak bisa serta merta memundurkan jadwal Pilkada. Sebab, mengenai alasan penundaan atau pemunduran jadwal Pilkada juga telah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU).
"Kalau menunda Pilkada juga jelas, ada prasyarat dan ketentuannya, misalnya gangguan keamanan, bencana alam, kerusuhan di semua daerah dan anggaran, tetapi ini kan nggak, anggaran juga sudah cair," ungkapnya.
Hal sama juga ia tegaskan yang berkaitan dengan wacana pemberhentian pegawai KPU. Menurutnya, hasil audit BPK merupakan keseluruhan audit satuan kerja yang ada di KPU. Sehingga, hal itu tidak bisa dibebankan kepada satu pihak saja yakni KPU pusat.
"Audit ini kan menyangkut konsep satker-satker dan bukan hanya KPU RI, tempat terjadinya penyimpangan itu dan aktor penyimpangan itu, mengapa kemudian dibebankan ke KPU RI, sementara bisa jadi kesalahan itu ada di daerah," ujarnya.
Ia menambahkan pemberhentian pegawai KPU sendiri telah diatur dan menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai lembaga penindak kode etik penyelenggara Pemilu.
"Jadi ini nggak berkaitan, kan bisa melalui DKPP jika tidak sesuai dengan integritasnya, kalau mereka dipidanakan prosesnya juga jelas, jangan sampai menghukum KPU RI tanpa melalui prosedur yang seharusnya," katanya.
Sebelumnya, KPU kembali disorot oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah ditemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 334 miliar dalam hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagai tindak lanjut temuan, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan bahkan menyebut hanya ada opsi antara KPU diganti atau Pilkada ditunda.