REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Beberapa perwira polisi dan jaksa dikabarkan siap mendaftarkan diri menjadi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Indonesia Corruption Watch (ICW) mencoba menelaah plus minus capim dari kedua latar belakang profesi tersebut.
"Kekhawatirannya, jangan sampai mereka-mereka ada di sana untuk menggagalkan pemberantasan korupsi yang melibatkan internal penegak hukum. Itu yang publik takutkan," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho, Ahad (21/6).
Emerson mengatakan, panitia seleksi (Pansel) Capim KPK perlu mengingatkan dan memastikan para pendaftar bahwa mereka tidak mewakili suatu lembaga melainkan mewakili individu. Hal tersebut, lanjutnya, untuk memastikan bahwa para pendaftar tidak membawa kepentingan dan melakukan kekhawatiran seperti yang ia sebutkan.
Meski begitu, kata Emerson, latar belakang capim asal Polri atau Kejaksaan Agung juga bisa memberi dampak positif bagi KPK ke depannya.
"Dia punya pengalaman, penyelidilan, penyidikan, itu menjadi penting. Tapi yang terpenting bagi kita ya soal integritasnya. Banyak orang pintar kalau nggak punya integritas juga repot," ujarnya.
Emerson pun menegaskan, aturan yang sama juga harus diterapkan kepada pensiunan TNI. Menurutnya, semua Capim harus diperlakukan sama dan tidak boleh ada keistimewaan.
Sebanyak tiga orang dengan latar belakang perwira Polri siap mendaftarkan diri menjadi Capim KPK. Selain itu, lima orang yang berasal dari Kejaksaan Agung juga dikabarkan telah dipersiapkan untuk mengikuti seleksi Capim lembaga antikorupsi tersebut.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko pun dikabarkan telah merekomendasikan seorang purnawirawan jenderal TNI untuk mengikuti seleksi.
Lampu hijau diberikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mempersilakan perwira Polri, TNI dan Jaksa untuk mendaftarkan diri selama memenuhi syarat.
"KPK itu yang pertama kan polisi, kedua jaksa, ya kan person, tidak bisa dibilang dari mana asalnya. Selama dia mampu dan memenuhi syarat, silakan saja," kata Kalla.