REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Parlemen Iran sedang melakukan pemungutan suara, untuk mensahkan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang akses inspeksi ke situs militer, dokumen dan ilmuwan negara tersebut. Padahal akses luas dibutuhkan untuk pengawas, sebagai bagian dari kesepakatan nuklir antara negara Barat daan Iran.
Pada Ahad (21/6), sekitar 213 anggota parlemen Iran menggelar pemungutan suara dan 199 di anaranya mendukung pengesahan RUU. Jika disahkan, RUU ini diduga akan menjadi batu sandungan baru bagi pembicaraan yang sedang berlangsung di Wina.
Selain mengatur batasan inspeksi, RUU juga menuntut pencabutan lengkap dari semua sanksi terhadap Iran sebagai bagian dari kesepakatan akhir nuklir. RUU ini nantinya harus diratifikasi terlebih dahulu oleh Dewan Garda, sebagai pengawas konstitusional, sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Dalam RUU disebutkan, inspeksi internasional terhadap situs nuklir Iran diperbolehkan. Namun mereka melarang memberi akses inspeksi ke fasilitas militer. "Badan Energi Atom Internasional, sesuai kerangka perjanjian perlindungan, diperbolehkan melakukan inspeksi konvensional ke situs nuklir," ungkap salah satu bagian RUU.
Namun RUU menyimpulkan larangan untuk mengakses ke situs militer, keamanan dan non-nuklir yang sensitif. Mereka juga tak memperbolehkan akses ke dokumen dan ilmuan Iran. Menteri Luar Negeri Iran juga diminta memberikan laporan kepada parlemen setiap enam bulan terkait proses pelaksanaan kesepakatan itu.
Negosiator Iran berdalih mereka telah sepakat memberikan inspektur PBB akses ke situs militernya. Namun hal tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu dan di bawah kontrol ketat. Kebijakan tersebut termasuk memungkinkan inspektur mengambil sampel dari lingkungan sekitar situs militer.
Namun para pejabat Iran termasuk Ayatollah Ali Khamenei, menolak keras gagasan bahwa ilmuan Iran bisa diwawacara.
Dalam sebuah pernyataan pada Ahad, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan inspeksi tetap menjadi bagian penting dari kesepakatan akhir. Semua pihak menurutnya perlu akses dan transparansi. "Kami tak akan menyetujui kesepakatan tanpa itu," katanya.
Pekan lalu Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan, kesepakatan nuklir bisa tertunda jika negara kekuatan dunia membawa masalah baru. Menurutnya, ia tak akan menerima jika inspeksi PBB membahayakan rahasia negaranya.
"Iran benar-benar tak akan membiarkan rahasia nasional jatuh ke tangan asing melalui Protokol Tambahan atau cara lain," kata Rouhani dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, dikutip Reuters.