REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Perajin batik di Kabupaten Sleman menuntut Pemerintah Kabupaten setempat mengeluarkan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Adapun HAKI diperuntukan bagi tujuh motif batik, meliputi parijotho, semarak salak, belut dan salak, gajah kombinasi parang rusak barong, batik salak, salak pondoh, dan batik salakan.
"Kami meminta pemerintah memberikan perlindungan melalui HAKI. Agar jelas siapa yang boleh memproduksi," tutur Ketua Asosiasi Pembatik Sleman, Tanti Syarif saat ditemui di Pendopo Kantor Pemkab Sleman, Senin (22/6). Sebab menurutnya saat ini banyak bermunculan batik printing khas Sleman yang diproduksi di daerah lain.
Tanti mengemukakan, produksi tanpa izin tersebut dapat mengancam kelangsungan perajin rumahan di Sleman. Sebab harganya jauh lebih murah dan dimotori oleh pengusaha bermodal besar. Karena itu perlu ada prosedur khusus untuk melaksanakan pembuatan batik khas Sleman.
Ketujuh motif tersebut merupakan pemenang lomba motif batik tiga tahun lalu. Sedangkan peluncurannya baru dilakukan tahun 2014. "Kalau mengingat waktu, tentu sudah lama. Sampai sekarang belum ada pengukuhan HAKI. Kalau begitu, lomba dulu itu apa maksudnya?" ujar Tanti.
Ditambah lagi, sejak awal Pemkab sudah berjanji akan membuatkan Perbup motif batik untuk melindungi aset kabupaten tersebut. Selain itu, pembuatan batik baru ditujukan untuk mengembangkan sektor ekononi kreatif setempat. Dengan ketiadaan HAKI sekarang, Tanti berpendapat, tujuan pemerintah tersebut akan sulit tercapai.
Ketua Pusat Studi HAKI, FH UII, Budi Agus Riswandi menyampaikan, hak cipta melekat pada sebuah benda saat benda tersebut diciptakan. Fungsinya adalah untuk menetapkan keaslian karya agar tidak bisa ditiru secara sembarangan. Hal ini pun sangat penting untuk memosisikan kedudukan tujuh motif batik khas Sleman.
"Kami sudah membuat draft HAKI dan mengajukannya pada pemerintah sejak dulu. Sampai saat ini kelangsungan pencatatan HAKI motif batik masih mogok dan tidak jelas nasibnya," kata pria yang juga berperan sebagai pendamping Asosiasi Pembatik Sleman. Maka itu ia pun turut menuntut kejelasan atas kelanjutan HAKI.
Terkait hal ini, Bupati Sleman, Sri Purnomo menyampaikan, komitmennya untuk merampungkan pengurusan HAKI motif batik. "Kami akan segera menindaklanjuti hal ini," katanya. Ia pun meminta agar Bagian Hukum Pemkab Sleman segera menyesaikan Perbup dan HAKI untuk motif batik.
Sri Purnomo meminta agar para pengrajin tidak main mata dengan para pengusaha besar. Jika ada keuntungan atas produksi batik, diharapkan mereka membagikan keuntungannya dengan sesama pengrajin saja. Sebab keberadaan motif baru ditujukan untuk meningkatkan perkembangan ekonomi masyarakat setempat.
Kepala Bagian Hukum, Kantor Pemkab Sleman, Hery Dwikuryanto menyampaikan, alasan molornya HAKI motif batik disebabkan oleh pemberkasan yang belum lengkap. "Jika semua berkasnya sudah lengkap. Kami bisa segera ajukan hari jumat nanti," ujarnya.