Senin 22 Jun 2015 20:56 WIB

Indonesia Perlu Mewaspadai Kondisi Yunani, Ini Alasannya...

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memberikan keterangan pers?terkait suku bunga acuan (BI Rate) di Jakarta, Selasa (17/2).
Foto: Republika/Prayogi
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memberikan keterangan pers?terkait suku bunga acuan (BI Rate) di Jakarta, Selasa (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, kondisi ekonomi global yang saat ini tidak menguntungkan perlu diwaspadai. Terutama kondisi Yunani yang belum menemui titik temu.

Agus mengatakan, Eropa khawatir karena Yunani tidak setuju proporal restrukturisasi. Dalam tiga hari terakhir ada bank rush di Yunani yang menyebabkan dana Rp 2  miliar ditarik dalam 3 hari.

"Kalau tidak ada kesepakatan maka akan ada dampak termasuk Indonesia, ini harus diwaspadai," kata Agus di sela-sela pembukaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Senin (22/6).

Dia melihat kondisi Yunani ada proposal dari utang untuk Yunani yang tidak ada titik temu. Menurutnya, jika Yunani mau menerima proposal itu, bisa tersedia dana sampai 7,2 miliar euro. Dana itu bisa dipakai untuk memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo di akhir Juni.

Namun, di akhir pekan lalu terlihat ada satu ketidaksepahaman. Sehingga, hari ini masih akan ada pembicaraan akhir tentang bagaimana Eropa menyikapi hal itu. Agus menyatakan, Bank Indonesia sudah mengkaji perkembangan Yunani sejak 2010-2011 dampaknya terhadap tekanan mata uang dunia. Gejolak di Yunani akan berdampak pada gejolak nilai tukar pada negara-negara nerkembang.

Dampaknya bagi Indonesia, lanjutnya, Bank Indonesia sudah mengantisipasi hal itu. Dia optimistis nilai tukar rupiah akan tetep terjaga stabilitasnya.

Meskipun sampai dengan pekan ketiga Juni depresiasi rupiah ada di kisaran 7,5 persen year to date (ytd). Tapi kalau dibandingkan dengan Brasil 16 persen atau Turki 13 persen dan Rusia lebih tinggi depresiasinya.

Sementara itu, harga komoditas dunia juga semakin turun. Awalnya, Bank Indonesia memperkirakan harga komoditas hanya turun 11 persen ternyata 14 persen. Indonesia yang masih bergantung pada ekspor bahan mentah, lanjutnya, perlu komitmen ekspor yang punya nilai tambah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement