Oleh: Ustaz Yusuf Mansur
REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Saya termasuk yang sangat beruntung. Saat dihadirkan kesusahan oleh Allah, periode mulai 1998, digerakkan oleh Allah. Mengambil Alquran, memegang, membaca, menelaahnya. Mencatat apa yang dibaca. Menghafal dan mengajarkannya.
Ya. Sebab nggak banyak yang bisa saya lakukan. Dan, untuk menenangkan hati, saya diizinkan dan digerakkan Allah, menenggelamkan diri, dan menyibukkan diri dengan Alquran. Aktivitas seputar Alquran itu membawa saya semakin asyik dengan Alquran. Akhirnya, saya baru menyadari ada yang berubah.
Saya menemukan diri ini semakin enteng, alhamdulillaah, dalam menjalani hidup kehidupan. Semakin nggak merasa sedang bermasalah, semakin nggak merasa sedang kesusahan dan kesulitan. Kenikmatan berinteraksi dengan Alquran membuat saya bukan melupakan masalah, melainkan saya malah menikmati masalah. Sebab, Alquran mejadi teman, kawan, penghibur, dan menjadi penyibuk yang menyenangkan.
Dengan izin Allah, saya menyenangi membaca ayat-ayat-Nya berikut artinya, bolak-balik, lagi, dan lagi. Sambil kemudian mencatat ini dan itu yang saya temukan dari dan di Alquran. Tanpa sadar pula, catatan saya malah makin banyak. Alhamdulillah.
Akhirnya pada 2006, seluruh utang lunas. Perjalanan dari 1998 yang gedebak-gedebuk, penuh warna dan dinamika, menjadikan segala peristiwa yang semestinya sedih dan gelap menjadi indah dan terasa bercahaya. Tanpa sadar pula, kegiatan menghafal ayat demi ayat mengantarkan saya, lagi-lagi dengan izin Allah, menghafalnya. Allahu Akbar.
Kegiatan menghafal Alquran-Nya yang mulia bagaikan beriringan dengan hilangnya masalah sedikit demi sedikit hingga periode 2006 itu. Allah betul-betul menemani. Dan tanpa sadar juga, kegiatan mengajar satu-dua anak, satu-dua orang, tahu-tahu pada periode 2006, saya menyadari diri ini diizinkan Allah berproses sejak 1998, dari majelis kecil dengan delapan anak, lalu punya pesantren kecil pada 2006 dengan 70-an anak.
Keberkahan ini terasa saya tak mau lepas. Terus saja saya berjalan. Seraya meminta izin dan kemudahan serta pertolongan Allah agar semakin banyak orang yang bisa membantu menjalankan aktivitas ke-Quran-an ini. Kegiatan mengajar atau tepatnya ngerajinin memberitahu apa yang saya dapat dan saya catat membawa saya mengajar ke tempat dan kepada orang yang lebih luas dan lebih banyak.
Catatan-catatan kecil saya, dari apa yang saya temukan dari Alquran, satu per satu malahan diizinkan Allah jadi buku. Terasa keberkahan Alquran. Waktu itu, lagi-lagi dengan izin Allah (nggak berani saya tidak menyertakan kata-kata dengan izin Allah ini), saya sudah mulai mendakwahi orang-orang yang sama-sama bermasalah. Sama-sama susah. Sama-sama punya keinginan. Kegiatan ini tanpa sadar pula membawa saya kepada dunia ajak-mengajak. Dunia dakwah.
Semua ini, setelah saya pikir-pikir, sebagai baik sangka saya kepada Allah, terjadi setelah saya menyentuh dan mendekati Alquran. Alhamdulillah. Hingga akhirnya datanglah seorang guru Alquran sesungguhnya kepada saya. Ustaz Syihabuddin. Sama-sama muda, tapi lebih luas ilmunya, lebih alim, lebih tawadhu. Memimpin pesantren yang masyhur, Ma'had Isy Karima.
Beliau memberitahu sesuatu yang membuat saya tertegun. Kalaulah bukan karena ingin mengajak orang melakukan hal yang sama, niscaya malas dan berat bercerita seperti ini. Tapi, siapa pun di Indonesia dan di muka bumi penting mendengar ini.
Kata beliau, mengutip hadis dengan terjemahan bebas, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat siapa orang, siapa keluarga, siapa kampung, siapa kaum, siapa bangsa, siapa negeri, yang ngopeni Alquran. Yang merhatiin Alquran. Yang belajar mengajar Alquran. Dan, seabrek aktivitas lain yang bersentuhan dengan Alquran. Termasuk menghafalnya, menelaah maknanya, dan mengamalkannya sebisanya.”
Saya kemudian melihat ke belakang. Dan melihat pada 2006, diri saya, semoga Allah mengizinkan juga memberlakukannya ke sebanyak-banyaknya orang di negeri ini, dan di dunia ini supaya Alquran mengangkat derajat siapa yang mencintainya dengan izin-Nya. n