REPUBLIKA.CO.ID, YOGGYAKARTA -- Ramadhan 1436 H, di Amerika Serikat bersamaan dengan musim panas. Sehingga waktu berpuasa cukup panjang kurang lebih 16 jam.
"Karena di sini sedang musim panas, puasanya panjang. Subuh pukul 04:48 pagi dan Maghrib pukul 20:50 malam. Matahari baru tenggelam sebelum jam 9 malam," kata Siti Kusujiarti PhD Department of Sociology and Anthropology Professor of Sociology and Gender and Women's Studies at Warren Wilson College, Asheville, North Carolina, Amerika Serikat, kepada ROL, Selasa (23/6).
Dijelaskan Atiek -- panggilan akrab Siti Kusujiarti -- di tempat tinggalnya suhu udaranya sangat panas sekali, mencapai 90 derajat Fahrenheit. Sehingga bila beraktivitas di luar rumah orang akan sangat mudah kehausan.
Selain itu, kata Atiek, tidak ada adzan sebagai pertanda berbuka puasa atau tanda waktu shalat fardhu lainnya. Untuk mengetahui waktu Subuh dan Magrib hanya melihat jam yang telah di susun Islamic Center setempat.
"Jadi ya hanya lihat jadwal puasa di website Islamic Center setempat," kata Atiek.
Kemudian untuk shalat Tarawih hanya ada di Islamic Center. Sementara Di Kota Asheville tidak banyak masjid. "Shalat Tarawih kadang dilakukan bersama di Islamic Center, tapi saya biasanya hanya weekend saja. Kalau di Islamic Centernya aktif ada taraweh setiap hari," kata ibu seorang putri ini.
Dikatakan Atiek, ia hanya melakukan taraweh pada akhir pekan karena siang harinya beraktivitas biasa. "Susahnya di sini, segala kegiatan berjalan seperti biasa. Sedang taraweh biasa sampai tengah malam. Padahal kalau tidak weekend kan paginya harus bekerja," katanya.
Untuk makan sahur, juga cukup sulit. Sebab tidak ada rumah makan yang buka malam hari. Sehingga cara agar bisa makan sahur, membeli makanan pada sore hari.
"Mahasiswa yang tinggal di dorm, makan sahur kadang agak repot, karena kafetaria tutup. Jadi mereka harus stok makanan sebelumnya," katanya.
Ketika ditanya, apakah makanan yang dibeli sore hari dingin ketika dimakan saat sahur, Atiek mengatakan para mahasiswa membeli makanan yang bisa dihangatkan menggunakan microwave. "Mahasiswa biasa punya microwave di kamar, jadi nggak harus makan sahur dingin," katanya.
Selain udara panas, godaan di siang hari sangat banyak. Terutama ketika menghadiri pertemuan selalu ada jamuan makan siang.
"Kita harus menerangkan kalau sedang puasa. Puasa di sini jauh lebih challenging karena infrastructure dan culture di sekitar kita berbeda dan sering kali kurang mendukung ataupun orang-orang di sekitar kita walaupun tidak ada niat jelek, tetapi mereka tidak tahu sama sekali tentang Ramadan," katanya.