REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budayawan Arswendo Atmowiloto mengatakan, komik itu bukan hanya berbentuk rangkaian gambar di dalam buku. Wayang beber, kata dia, merupakan bentuk komik, hanya saja narasinya lewat mulut.
Sebenarnya, ujar dia, komik itu sudah berkembang lama di Indonesia. "Hanya saja komikus Indonesia kurang bangga dengan dirinya sendiri," ujarnya dalam jumpa pers '28 Tahun Bikin Komik-Kartun di Cikini (Bikini)' di IKJ, Senin sore, (22/6).
Industri komik di Indonesia sudah jauh berkembang. Tapi sekali masuk film langsung habis. "Sementara di Amerika Serikat, Batman, Superman bisa jadi film bagus, Indonesia harus mampu mengembangkan komik menjadi film."
Malaysia, kata Arswendo, sudah berani memfilmkan Upin Ipin. Padahal, Indonesia seharusnya melakukannya, membuat tokoh komik asli Indonesia misalnya yang memakai peci, lalu difilmkan sehingga komik tersebut mengandung kekhasan budaya sendiri dan mengangkat budaya sendiri.
"Komik juga harus mengandung nilai-nilai moral. Terutama komik untuk anak-anak."
Dalam kesempatan itu, Arswendo juga menyumbangkan sejumlah koleksi komiknya ke Akademi Samali dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Koleksi komik Arswendo tersebut berasal dari era 1929 hingga 1995.
Komik sumbangan Arswendo diserahkan ke Akademi Samali dan IKJ untuk disimpan, dirawat, dan keperluan penelitian sehingga mahasiswa bisa mempelajarinya.
Di tempat yang sama, Dekan Fakultas Seni Rupa (FSR) IKJ Citra Smara Dewi mengatakan, komik sumbangan Arswendo bisa jadi bahan penelitian dan pembelajaran bagi mahasiswa dan masyarakat.