REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah merevisi asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 di kisaran 5,5 - 6 persen. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun mengatakan penurunan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai dengan kondisi pertumbuhan ekonomi dunia saat ini.
"Ya kondisi hari ini, kondisi sekarang memang kondisi dunia kurang mendukung," kata Kalla di JCC, Jakarta, Rabu (24/6).
Kendati demikian, Wapres JK mengaku masih optimis pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat meningkat sebab hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal.
"Tidak pesimis, kondisinya memang kondisinya begitu dunia," jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro merevisi asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016. Bambang menyebut ekonomi Indonesia tahun depan di kisaran 5,5 - 6 persen. Angka tersebut lebih rendah dari asumsi sebelumnya yakni 5,8 - 6,2 persen.
"Tahun ini dan tahun depan periode penuh ketidakpastian. Maka itu kami usulkan range pertumbuhan digeser ke bawah jadi 5,5 - 6 persen," kata Bambang, Senin (22/6).
Bambang mengatakan asumsi pertumbuhan yang sebelumnya diusulkan sebesar 5,8-6,2 persen, dibuat ketika angka pertumbuhan ekonomi kuartal I belum keluar. Sekarang, dengan fakta melambatnya ekonomi Indonesia yang hanya tumbuh 4,7 persen pada kuartal I, pemerintah perlu sedikit realistis.
Meski begitu, Bambang tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa saja mencapai angka enam persen pada 2016. Itu dengan mempertimbangkan kemungkinan membaiknya kondisi ekonomi global, misalnya mulai naiknya harga komoditas.
Saat ini, ujar dia, ekonomi global tidak hanya dihadapkan dengan tantangan naiknya suku bunga bank sentral Amerika Serikat the Federal Reserve (the Fed). Namun juga harus menaruh perhatian terhadap krisis utang yang melanda Yunani.
"Krisis ekonomi Yunani akan sangat bisa mempengaruhi kondisi ekonomi global, termasuk Indonesia. Kita harus memperhatikan ini," ujar dia.