REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar penistaan agama muncul di tengah-tengah bulan suci Ramadhan. Tidak seperti biasanya yang bergulir di tengah masyarakat, isu sensitif ini justru terlontar dari balik jeruji besi di Rutan KPK Cabang Guntur.
Suryadharma Ali melalui kuasa hukumnya, Humpry Djemat menuding KPK telah membatasi tahanan dalam menjalankan ibadah. Tudingan ini langsung dibantah lembaga antikorupsi. Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki dalam keterangan resminya memastikan KPK tidak pernah membatasi kegiatan beribadah para tahanan di Rutan KPK Cabang Guntur. Penjaga rutan, kata dia, hanya menjalankan aturan dan semua yang dilakukan telah sesuai prosedur.
Bantahan ini disampaikan KPK menanggapi surat beberapa tahanan Rutan KPK Cabang Guntur atas nama Suryadharma Ali dkk tertanggal 5 Juni 2015. Isi surat tersebut menyatakan telah terjadi penistaan agama di Rutan KPK karena dianggap membatasi tahanan untuk beribadah.
Surat SDA ini kemudian ditanggapi DPP PPP kubu Djan Faridz dengan menggelar diskusi dan keterangan pers di rumahnya. Ruki mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan terhadap petugas rutan, KPK memastikan tidak ada pelanggaran atau kesalahan prosedur yang dilakukan, apalagi sampai terjadi penistaan agama seperti yang dituduhkan. Tudingan seperti ini juga tak pernah terjadi sebelumnya sejak KPK membuka cabang rutan di Guntur.
Ruki menambahkan, petugas juga tidak pernah melakukan pengusiran terhadap tahanan yang sedang beribadah. Apalagi menghentikan ibadah secara paksa atau bahkan melarang tahanan untuk berdzikir. Petugas hanya mengingatkan waktu shalat berjamaah di mushala Rutan Guntur sudah selesai sesuai waktu yang telah ditentukan.
Semua diberikan waktu 40 menit untuk setiap shalat berjamaah. Menurutnya, semua peraturan itu telah disesuaikan dengan aturan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM. "Itu dengan mempertimbangakan keamanan, pengawasan dan memperkecil interaksi di rutan," ujar Ruki.
Dari laporan petugas penjaga tahanan di rutan, kata dia, ada tahanan justru memanfaatkan waktu yang diberikan untuk tidur-tiduran di mushala. Ketika diminta untuk kembali ke sel, tahanan tersebut malah beralasan sedang melakukan zikir.
Ketua KPK Jilid Pertama itu mengakui, banyak perubahan yang terjadi terhadap tahanan di Rutan Guntur sejak kedatangan Suryadharma. Bahkan, menurut Ruki, beberapa tahanan tidak mau dijemput untuk melakukan Shalat Jumat di auditorium gedung KPK dengan beragam alasan. "Sebelum SDA ditahan, tahanan bisa dijemput, tapi setelah SDA datang mereka keberatan untuk dijemput," kata dia.
Purnawiran bintang dua kepolisian ini meminta agar semua pihak tidak menggulirkan isu yang justru bisa memicu perpecahan. Fitnah-fitnah dengan menyebar isu keagamaan justru memperkeruh keadaan dan bisa menimbulkan masalah yang lebih besar. Terlebih, kata dia, selama ini tidak ada satu pun tahanan yang mengeluh dibatasi dalam beribadah.
Kuasa hukum Suryadharma, Humprey Djemat membantah kliennya melakukan fitnah. Protes yang dilayangkan terhadap KPK bukan hanya dari kliennya, tetapi banyak tahanan lain yang mengajukan keberatan dengan alasan yang sama. Artinya, kata dia, para tahanan di Rutan Guntur juga merasakan hal serupa.
Humprey membantah SDA melakukan provokasi terhadap tahanan lain. Menurutnya, yang terjadi dan disampaikan SDA murni berdasarkan kejadian di dalam rutan yang dirasakan tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji itu. "Mana mungkin Pak Suryadharma melakukan provokasi terhadap tahanan lain," ujar dia.
Ia menyambut baik jika KPK melakukan evaluasi dan memperbaiki prosedur di Rutan Guntur. Humprey berkilah protes yang diajukan bermaksud agar lembaga antikorupsi itu memperbaiki tata kelola di dalam rutan, khususnya kebebasan beribadah. "Baik dong kalau ada perubahan. Kita memperbaiki saja intinya," katanya.