Rabu 24 Jun 2015 21:32 WIB

Wacana Pembukaan Pasar Properti Asing Dinilai Membabi Buta

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga melintas di Apartemen Capitol Jakarta Pusat,SCBD, Kamis (22/1).  (Republika/ Tahta Aidilla)
Warga melintas di Apartemen Capitol Jakarta Pusat,SCBD, Kamis (22/1). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemerintah yang berencana membuka keran pasar properti asing dengan mempersiapkan regulasinya dinilai membabi buta dan tergesa-gesa. Terlebih, pemerintah sedang gencar mengupayakan target penerimaan pajak.

Maka akan dilakukan cara apapun agar penyerapan pajak terkatrol, termasuk dari properti kepemilikan asing yang nyatanya saat ini banyak dilakukan secara di luar ketentuan.  "Karena walaupun sekarang kita mau buka pasar properti asing dengan formal, kita tahu di Bali, di Batam orang asing banyak yang punya properti dengan prosedur di bawah tangan," kata Pakar Properti yang juga merupakan Head of Research Indonesia Jones Lang LaSalle Anton Sitorus dihubungi pada Rabu (24/6).

Membabi buta, sebab seharusnya bukan Kementerian Keuangan dan Agraria lah yang menyusun regulasinya. Ia bahkan heran apa keterkaitannya.

Sebab urusan pembukaan pasar properti asing ada di DPR yang bertugas melakukan revisi UU Agraria. Pemerintah, kata dia, bisa membuat peraturan, tapi itu bukan di tingkat menteri, melainkan presiden. UU Agraria harus dibenahi agar praktik transaksi properti asing nantinya menjadi konstitusional.

Dalam revisi, pemerintah bisa mengakomodasi keinginan pasar dan developer yang ingin agar kepemilikan hak properti untuk asing menjadi sederhana, bahkan setara dengan domestik. Misalnya, Hak Milik (HM), Hak Milik Bebas Hak Milik Adat, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP) bisa dipangkas menjadi dua atau tiga hak saja.

Yang juga mesti diperhatikan adalah batasan dan pagar yang jelas agar tidak menyerang properti milik masyarakat menengah ke bawah. "Pagar harus jelas, orang asing hanya boleh beli harga berapa, kombinasikan dengan lokasinya, hanya boleh beli di daerah anu, misalnya," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement