Kamis 25 Jun 2015 09:00 WIB

Tiga Cara Perkuat Persatuan Umat Islam

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua MUI Bidang Kerukunan Beragama, Slamet Effendy Yusuf menjelaskan, persatuan umat bisa tercapai asalkan di antara kelompok umat Islam tidak ada lagi yang merasa benar sendiri. Segala sesuatu yang berkaitan dengan interpretasi agama atau cara mengamalkan Islam, mungkin saja terjadi perbedaan.

Tapi, lanjut Kiai Slamet, tetap ada pokok-pokok Islam yang menyatukan semua aliran tersebut.  “Nabi sudah menyebutkan kelak umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Umat harus menyadari bahwa keberbedaan itu sesuatu yang natural. Sudah diramalkan oleh Nabi,” ujar Ketua PBNU ini.

Ia menyarankan, dalam melihat keberagaman biasakan mencari kesamaan, bukan  perbedaan. Dengan begitu, sikap toleran akan terbangun di antara sesama umat Islam.

Menurutnya, jika umat bisa menerima perbedaan dengan Kristen, Katolik, Budha, atau agama-agama lain, seyogyanya umat juga bisa menerima perbedaan di tubuh umat Islam. Jangan mudah membidahkan atau mengkafirkan orang yang tidak sependapat dengan kelompoknya. Misalnya, lantaran kelompok itu mengamalkan suatu budaya tertentu, seperti maulidan, diba’an, atau barzanji.

Kiai Slamet menambahkan, setiap kelompok memiliki dalil masing-masing. Jangan sampai ada kelompok yang menganggap asal pada zaman Nabi tidak ada, lantas kalau dikerjakan disebut bidah. Untuk mencapai persatuan, harus ada spirit atau semangat bersatu. Jika cara-cara menegasikan orang lain ini dapat diminimalkan, persatuan umat menjadi keniscayaan.

“Jangan pernah merasa benar sendiri. Juga jangan pernah merasa Islam itu hanya milik kelompoknya. Islam itu milik orang banyak. Perjuangan Islam harus dilakukan oleh orang banyak, baik di bidang dakwah, syaksiyah, ekonomi, pendidikan, maupun kemasyarakatan,” kata Kiai Slamet.

Kiai Slamet menegaskan, perjuangan itu harus dilakukan oleh semua kelompok. Tidak cukup hanya Muhammadiyah dan NU saja yang menangani permasalahan umat. Kita juga harus mengakui keberadaan kelompok-kelompok kecil di tengah masyarakat, yang bergerak di bidang masing-masing.

Ketua MUI ini menilai, umat Islam harus berwawasan luas. Mestinya, dakwah bertujuan untuk mengajak orang lain masuk masuk Islam, bukan malah mengkafirkan sesama Muslim. Menurut Effendy, sikap-sikap semacam itu tidak dewasa.

Kiai menjelaskan, ada beberapa cara untuk meningkatkan solidaritas dan persatuan di kalangan umat islam. “Ada banyak agenda ceramah dan majelis-majelis saat Ramadhan. Misalnya, saat buka bersama, tarawih, tadarusan, dan sebagainya. Isilah majelis-majelis itu,” kata Effendy.

Menurutnya, kita harus saling memahami bahwa Islam itu satu. Tapi karena pemahaman otak manusia berbeda-beda, maka lahir tafsir yang berbeda pula. Itu harus diterangkan pada umat. Lebih lanjut, Muslim harus menggunakan momentum Ramadhan untuk memobilisasi massa mengatasi kelemahan-kelemahan umat. Entah itu dalam bidang pendidikan, politik, sosial, budaya, maupun ekonomi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement