REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR, Arsul Sani mengatakan, pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling cepat dilakukan tahun depan. Menurutnya, pembahasan ideal untuk UU KPK dilakukan setelah pembahasan revisi UU KUHP selesai dilakukan.
Hal itu juga menjadi pertimbangan DPR dengan tidak memasukkan revisi UU KPK di program legislasi nasional prioritas 2015. Namun, justru pemerintah yang meminta revisi UU KPK dimasukkan dalam prolegnas prioritas 2015. "Jadi paling cepat tahun depan, idealnya KUHP dulu," kata Arsul di kompleks parlemen senayan, Kamis (25/6).
Arsul menambahkan, KUHP dan KUHAP harusnya diselesaikan dulu untuk membahas revisi UU terkait hukum seperti UU KPK, Kejaksaan, juga Polri. Sebab, UU KUHP dan KUHAP merupakan UU yang sifatnya mendasar. Sedangkan untuk UU KPK merupakan UU yang sifatnya khusus.
Menurut Arsul, kalau tidak ingin membuat kontroversi, sebaiknya pemerintah tidak perlu membahas itu agar pembahasan dapat kembali pada roadmap awal. Yaitu meletakkan revisi UU KPK pada prolegnas 2014-2019. Pemerintah sebaiknya mencabut usulan revisi UU KPK menjadi prioritas tersebut. "Kalau tidak dipenuhi tidak ada implikasi hukum apapun kecuali implikasi sosial," imbuh Arsul.
Yang pasti, kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP hasil muktamar Surabaya ini, KPK sudah meminta Komisi III agar ada dasar legislasi hukum yang bagus untuk KPK. Dengan masuk prolegnas 2014-2019, maka pembahasan revisi tetap dapat dilakukan karena penentuan prolegnas merupakan pembahasan antara pemerintah dan DPR.