REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan permasalahan pembebasan lahan menjadi satu kendala terbesar dalam upaya pembangunan pembangkit listrik. Sudirman menilai, ada faktor lain yang membuat sulit khususnya perkara harga. Dia menyebut bahwa kondisi sosial dan politik di lokasi lahan yang akan dibebaskan juga sangat berpengaruh.
"Story classic soal lahan lebih banyak terutama di Jawa. Lahan gitu sempit. Lahan ratusan hektare itu punya ratusan orang. Ada juga masalah sosial, politik setempat," jelas Sudirman, Jumat (26/6).
Untuk itu, lanjut Sudirman, pemerintah berencana untuk memberikan penawaran harga yang lebih baik dibanding hanya mengacu pada Nilai Objek Wajib Pajak (NJOP). Sudirman menilai, patokan dengan NJOP berujung pada alotnya pembebasan lahan.
"Saran presiden adalah jangan jadikan (NJOP) patokan. Karena kalau NJOP akan terus gontok-gontokan, kalau perlu kasih (harga) premium. Itu cari formula premium berapa supaya yang punya lahan senang hati melepas. Kalau patokan NJOP nanti PLN terkena ancaman kemahalan," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo akan menerbitkan peraturan presiden (Perpres) terkait proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt dalam waktu dekat ini. Penerbitan Perpres ini menyusul masih banyaknya hambatan yang ditemui di lapangan, di saat proyek 35 ribu mw harus berkejaran dengan waktu.
Perpres ini, kata Sudirman, akan mengurai sumbatan-sumbatan yang tengah terjadi diantaranya terkait pembebasan lahan, negosiasi harga, proses penunjukan dan pemilihan independent power producer atau perusahaan listrik swasta (IPP), pengurusan perizinan, kinerja pengembang dan kontraktor, kapasitas manajemen project, koordinasi lintas sektor, dan permasalahan sektor.