REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pro dan kontra mengenai dana aspirasi DPR RI, menuai kritikan dari berbagai kalangan. Salah satunya, muncul dari Bupati Purwakarta, Jabar, Dedi Mulyadi yang menilai sebaiknya dana aspirasi dewan dihapuskan saja.
"Lebih baik dihapus dana aspirasi itu," ujar Dedi, kepada ROL , Jumat (26/6). Selama ini, dana aspirasi itu hanya menjadi lahan 'bancakan'. Manfaatnya ke masyarakat kurang maksimal. Apalagi, ada sentralistik penyerapan dana aspirasi. Yaitu, masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Sebab, Pulau Jawa paling banyak dewan yang mewakilinya. Di pulau ini juga, pembagian fiskalnya tetap tidak merata. Yakni, tertumpu di satu kabupaten atau kota yang banyak anggota DPR RI.
Misalkan, kata dia, Kota Bekasi yang memiliki empat anggota dewan yang mewakilinya. Fiskal dari dana aspirasi banyak terserap di wilayah itu. Sedangkan, wilayah yang anggota dewannya sedikit, tetap harus gigit jari tak kebagian anggaran yang besar.
Karena itu, dana aspirasi ini harus dihapus. Sebagai gantinya, pemerintah tetap mengalokasikan dana aspirasi tersebut. Tapi, penyerapannya langsung oleh kabupaten/kota.
Jadi, dana aspirasi ini akan sama dengan DAK/DAU untuk kabupaten/kota. Untuk penyerapan dana aspirasi itu, kabupaten/kota bisa melayangkan proposal melalui layanan surat elektronik. Ini, menurutnya akan memercepat pembangunan di daerah.
Jadi, kalau dana aspirasi dialihkan untuk kabupaten/kota, maka pembangunan akan lebih cepat dan merata. Tak lagi ada ketimpangan pembangunan di Indonesia. Sebab, semua kabupaten/kota bisa mendapatkan dana aspirasi itu, tanpa harus melalui anggota dewan. Melainkan, dilihat dari kinerja dan prestasi daerah masing-masing.
"Jadi, dana aspirasi dihapus. Tapi, dialihkan untuk kepentikan pembangunan di daerah," jelas orang nomor satu di kota yang khas dengan Satai Marangginya.