REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Mantan Perdana Menteri Rusia, Yevgeny Primakov meninggal dalam usia 85 tahun, Jumat (26/6). Sayangnya, penyebab kematian belum diketahui.
Presiden Vladimir Putin menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Primakov. Menurutnya, Primakov merupakan seorang negarawan, ilmuwan, dan politisi yang meninggalkan warisan besar. Ia mengaku selalu ingin mendengar pandangan Primakov dalam isu-isu global. Meski saat menjabat, Primakov gagal mencegah perang di Irak dan pemboman Yugoslavia oleh NATO.
Primakov memulai karirnya di jalur klasik Soviet dan dilatih sebagai orientalis. Ia bekerja sebagai wartawan selama satu dekade. Ia pernah bekerja untuk Radio Soviet dan koran Partai Komunis Pravda. Profesinya itu dipandang untuk menutupi pekerjaannya sebagai spionase.
Ia kemudian beralih profesi sebagai akademik senior dan mulai bergabung di panggung politik pada 1989. Saat itu, ia menjadi ketua salah satu dewan di parlemen Soviet, membantu reformasi politik pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev.
Saat genderang internasional untuk perang terhadap Irak meningkat pada 1990, Gorbachev mengirim Primakov sebagai utusan ke Irak. Sebab, Primakov memiliki pengetahuan mendalam tentang Timur Tengah.
Pada 1991, ia diangkat menjadi Kepala Dinas Intelijen Luar Negeri Rusia selama lima tahun sebelum menjadi Menteri Luar Negeri. Sebagai diplomat top Rusia, ia dianggap sebagai pendukung tegas, tapi pragmatis.
Setelah diangkat menjadi Perdana Menteri pada 1998, Primakov berusaha mencegah perang udara NATO terhadap Yugoslavia atas krisis Kosovo. Ia menuju ke Amerika Serikat pada kunjungan resmi Maret 1999 ketika mengetahui bahwa Washington memutuskan untuk meluncurkan serangan udara.
Primakov kehilangan pekerjaan sebagai Perdan Menteri pada Mei 1999, saat kampanye pengeboman NATO masih berlangsung.