REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Haider al-Abadi, Sabtu (27/6), mengatakan bahwa pasukan Irak melakukan penarikan diri tidak sah dari Kota Ramadi pada bulan lalu, yang menyebabkan kelompok Negara Islam (ISIS) mengambil alih ibu kota provinsi Anbar itu.
"Penarikan pasukan dari Ramadi tidak sah. Perintahnya adalah sebaliknya. Pasukan harus melawan dan jika mereka melawan, kami tidak akan kehilangan Ramadi," kata Abadi dalam sambutannya, yang disiarkan televisi.
Ramadi jatuh ke kelompok ISIS pada pertengahan Mei setelah pasukan pemerintah telah bertahan melawan milisi di sana selama lebih dari satu tahun. Itu kemunduran terburuk Baghdad dalam beberapa bulan setelah pasukannya merebut kembali wilayah yang signifikan di dua provinsi utara ibu kota.
Pernyataan Abadi disampaikan seminggu setelah seorang perwira senior dalam koalisi yang dipimpin AS untuk melawan IS mengatakan penarikan militer tidak perlu.
"Ramadi jatuh (ke tangan IS) karena komandan Irak di Ramadi memilih untuk menarik diri. Dengan kata lain, jika ia memilih untuk tinggal, ia masih akan berada di sana hari ini," kata Brigadir Christopher Ghika dari tentara Inggris.
Ghika mengatakan, komandan Operasi Anbar yang memberi perintah untuk menarik diri, mengacu pada kepala komando militer yang bertanggung jawab untuk provinsi Anbar.
Mayor Jenderal Mohammed Khalaf al-Fahdawi bertindak sebagai pimpinan Komando Operasi Anbar saat Ramadi jatuh, karena komandan telah terluka. Fahdawi mengatakan pada saat itu bahwa ia tidak bisa berkomentar karena ia tidak memiliki izin untuk berbicara tentang masalah ini.