REPUBLIKA.CO.ID, BETHLEHEM -- Sebuah komite yang dibentuk Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mulai menggelar pembicaraan dengan Hamas dan Jihad Islam tentang penyatuan pemerintahan nasional.
Anggota Komite Eksekutif PLO, Hanna Amireh mengatakan, pelibatan Hamas dan Jihad Islam ditujukan agar keduanya bisa terlibat dalam pemerintahan baru, demikian dilansir Maan News, Sabtu (27/6).
Amireh mengungkapkan, jika negosiasi dengan Hamas gagal, pemerintahan baru tetap bisa terbentuk tanpa organisasi itu.
Presiden Mahmoud Abbas akan memutuskan siapa yang akan terlibat dalam pemerintahan baru Palestina mendatang. Meski begitu, belum ada individu-individu yang diseleksi untuk itu.
Komite yang diketuai petinggi senior Fatah, Azzam al-Ahmad diberi waktu sepekan untuk berdiskusi dengan berbagai kalangan. Amireh mengaku tambahan waktu bisa diberikan jika perlu.
Ide penyatuan Pemerintahan Palestina muncul awal bulan ini dalam pertemuan tahunan Fatah meski masa pemerintahan belum selesai. Hamas menyayangkan aksi sepihak ini dan menyebutnya pelanggaran atas Kesepakatan Kairo 2012 lalu antara Fatah, Hamas, dan Dewan Nasional Palestina.
Isu ini sudah pernah bergulir sebelumnya dan berulang kali pula gagal. Jika wacana pergantian kabinet jadi dilakukan, pemerintah baru diharapkan bisa memunculkan struktur baru yang berbeda.
Amireh mengklaim, Hamas memberi persetujuan bersyarat untuk pembentukan pemerintahan baru. Namun, Amireh menolak menyebut siapa yang memberi persetujuan itu.
Sebelumnya, Hamas menyampaikan PLO adalah organisasi terpisah dari pemerintah. Hamas mengajak semua organisasi pergerakan untuk kembali memulai dialog.