REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK -- Jelang Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 bulan pada Agustus 2015 mendatang, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengingatkan agar NU menyadari adanyanya upaya pelemahan terhadap ideologi ahlussunah wal jamaah.
"Ini masukan buat PBNU agar bermuktamar tanpa pikiran yang belang. Diperlukan pemikiran murni NU serta gerakan untuk kembali ke relnya,” tegas Kiai Hasyim dalam acara buka puasa bersama di Pesantren Al-Hikam, Depok, Sabtu (27/6).
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini merasa perlu mengingatkan para Nahdliyin karena ancaman penetrasi pemikiran mulai terlihat di dalam NU. Seperti penetrasi radikalisme dari Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir (HTI), Syiah, Wahabi serta penetrasi liberalisme.
"Kalau radikalisme dan liberalisme itu dibiarkan menggerogoti NU, maka Indonesia bisa rusak, karena Indonesia akan menjadi seperti Mesir, Yaman, dan sebagainya," katanya.
Indikasinya, seperti manhaj dibatasi hingga Alquran dan hadis, lalu Qanun Asasi NU akan dimasukkan AD/ART. Hal itu, menurutnya, mereduksi Qanun Asasi yang lebih luas daripada AD/ART.
Indikasi lain, peran ulama NU sebagai dewan syuriah akan dibatasi dengan sistem pemilihan ahlul halli wal aqdy (Ahwa) atau sistem perwakilan untuk musyawarah mufakat untuk menentukan Rais Aam. Sementara Ketua Umum (tanfidziah) dipilih langsung, maka legitimasi Ketua Umum akan lebih tinggi.
"Ahwa hanya pelangi untuk memperlemah syuriah agar tak terjadi fundamentalisme pemikiran. Posisi dan peran syuriah dipreteli. Ahwa melindungi pelangi agar syiah dan gerakan kiri eksis dengan perlindungan ini karena hubungan mereka dengan basis NU di daerah tidak ada,” tegas Kiai Hasyim.
Menurutnya, tidak penting siapa yang memimpin NU, niatannya untuk mengingatkan kembali agar NU tetap eksis sebagai peletak dasar pemikiran aswaja.
“Tapi, kita harus mencari siapa yang bisa menyelamatkan NU secara akidah, syariah, manhaj, moralitas, dan trust," katanya.