Ahad 28 Jun 2015 16:54 WIB

Multifinance tidak Terpengaruh Aturan Pelonggaran LTV

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
Penjualan mobil (ilustrasi).
Foto: www.hypermiler.co.uk
Penjualan mobil (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia telah merilis aturan baru soal rasio kredit terhadap nilai agunan (loan to value/LTV) baik konvensional dan syariah untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Aturan baru yang tertuang dalam PBI Nomor 17/10/PBI/2015 tersebut mulai berlaku per 18 Juni 2015.

Direktur Keuangan Adira Finance Dewa Made Susila mengatakan, ada beberapa hal yang bisa dipertimbangkan untuk kebijakan pelonggaran LTV. Uang muka (down payment/DP) multifinance sudah 20 persen untuk kendaraan roda dua. Sehingga pembiayaan multifinance tidak terpengaruh, yang terpengaruh adalah perbankan.

Kedua, situasi yang membuat penurunan penjualan yakni penurunan daya beli masyarakat. Kondisi yang terjadi saat ini permintaan lemah karena daya beli turun sejak 2012 karena pertumbuhan ekonomi melambat. "Dalam situasi seperti sekarang kami memperkirakan penurunan tidak berdampak kalau kondisi normal mungkin berdampak," jelasnya saat dihubungi Republika, Ahad (28/6).

Selain itu, kalaupun nanti ada permintaan, lanjutnya, perusahaan perbiayaan atau bank harus mempertimbangkan risiko kredit macet (nonperforming loan/NPL). Dia memperkirakan pertumbuhan pembiayaan otomotif tidak akan naik signifikan. Namun, jika pertumbuhan ekonomi tinggi, aturan LTV akan berdampak positif. Aturan pelonggaran LTV dinilai tidak bisa mendorong penjualan karena daya beli masyarakat menurun.

Dia juga menilai aturan tersebut tidak bisa mendorong daya beli masyarakat. Sebab, pertimbangan orang membeli sesuatu adalah mampu beli atau tidak. Kalau uang mukanya rendah, aksesnya jadi meningkat. Saat ini daya beli tidak ada mekipun akses meningkat sehingga tidak terjadi pembelian. Meski demikian, dia tetap mendukung aturan pelonggaran LTV.

"Cuma memang jangan berharap dampak saat ini, kalau nanti ekonomi baik LTV akan bantu penyaluran kredit. Cuma sekarang lagi lesu, kalau dipaksa risiko NPL tinggi," imbuhnya.

Made menjelaskan, hampir semua segmen di perusahaan pembiayaan telah mengalami tekanan NPL pada semester I-2015. Tekanan NPL sudah signifikan sejak 2013 saat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan inflasi.

Saat ini, NPL Adira  tercatat 1,6 persen. Sampai akhir tahun dia berharap bisa mencegah peningkatan NPL deng memperkuat penagihan, namun juga tergantung kondisi ekonomi. Jika kondisi ekonomi memburuk NPL bisa naik.

Untuk memperkecil peningkatan rasio NPL, Adira berupaya dengan memperkuat penghimpunan pembayaran kredit dengan meningkatkan kapasitas. Sedangkan untuk kredit baru, lanjutnya, Adira memperketat syarat kreditnya sehingga risiko NPL-nya bisa dikelola.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement