REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak pernah tersirat dibenak Syarifudin untuk terjun ke medan dakwah. Saat itu, pimpinan pesantren Hidayatulah menginformasikan bahwa dirinya akan ditugaskan mengemban dakwah di Tulang Bawang, Lampung. Terhadap tugas baru tersebut, Syarif, begitu ia disapa, langsung menyanggupinya.
Langkah pertama yang diambil Syarif mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang kultur sosial masyarakat. Selain bertanya kepada mereka yang pernah bertugas di sana, ia juga aktif mencari informasi dari berita-berita di media masa ataupun internet.
Tertegunlah pria lahiran 1984 ini saat mengetahui kondisi sosial masyarakat yang akan menjadi objek dakwahnya. Betapa tidak, lokasi tersebut diberitakan akrab dengan aksi premanismenya, seperti pencurian, pembegalan, pembunuhan mabuk-mabukan dan perilaku amoral lainnya.
Meski demikian informasi yang didapat, tidak sama sekali mengendurkan tekatnya. Ia justru lebih giat menggalakkan dakwah dan tarbiyah supaya masyarakat bisa dengan cepat mendapat pencerahan. Syukurnya, sang istripun berada pada garda paling depan dalam mendukung perjalanan dakwahnya.
Sesampainya di medan dakwah, Syarif mendapati realitas sosial yang tak jauh berbeda dengan informasi yang didapat sebelumnya. Kriminalitas, kejahatan telah menjadi hal yang tak tabu lagi. Bahkan urusan mabuk-mabukkan, mudah ditemukan. Tak jauh dari pesantren saja, di sana ada tempat berkumpulnya para pemuda untuk menghabiskan malam dengan minuman keras.
Ia memulai aksi dakwahnya dengan menggalakkan selaturahim dengan tokoh-tokoh setempat. Melalui selaturahim, pria asal Tegal ini berusaha semampunya menjelaskan tentang visi misi lahirnya Hidayatullah. Kepada mereka ia memaparkan bahwa Hidayatullah adalah organisasi milik umat Islam yang tidak identik dengan kelompok yang selama ini mereka tuduhkan.
Selain kepada para tokoh, dia berusaha membangun keakraban dengan masyarakat umum, pemuda bahkan keluarga dari para preman-preman kampung. Sebisa mungkin Syarif berusaha mengulurkan tangan, ketika masyarakat membutuhkannya. Kepada para pemuda, selain dengan aktif menegur sapa mereka, olah raga menjadi wasilah utama untuk mendekati mereka, sebelum akhirnya mengajak untuk berhijrah meninggalkan kebiasaan buruk mereka.
Tidak hanya itu, ia berinisiatif untuk merekrut sebagian tokoh yang memiliki kemampuan guna menjadi pengurus harian pesantren. Tak disangka, langkah ini terbilang cukup efektif membangun kehangatan hubungan antar warga dan pihak pesantren yang sebelumnya kaku.
“Ada satu dari istri tokoh desa setempat kita angkat untuk menangani kursus jahit,” jelasnya.