REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rahesli Humsona mengatakan, aplikasi yang mendukung keberadaan kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender di media sosial harus diwaspadai. Orangtua dan sekolah diminta memberikan pemahaman terkait aplikasi tersebut.
“Keberadaan aplikasi ini mengkhawatirkan. Sebab, basisnya ada di media sosial. Banyak kaum muda yang bisa saja menggunakannya tanpa paham apa artinya,” tutur Rahesli saat dihubungi ROL, Selasa (30/6).
Kebaradaan aplikasi yang bisa mengubah foto profil menjadi warna-warni pelangi itu, katanya, secara tidak langsung bisa digunakan untuk mengajak mendukung kaum LGBT. Mereka yang menggunakan aplikasi warna pelangi tetapi tidak tahu maknanya, diperkirakan hanya sekedar mengikuti tren yang ada.
Dia menilai paham atau tidaknya seseorang dalam menggunakan aplikasi itu tetap bisa memberikan dampak negatif. Sebab, semakin banyak pengguna aplikasi, semakin membiasakan orang untuk melihat warna itu.
Karenanya, orangtua dan sekolah harus bisa memberi pemahaman terhadap penggunaan aplikasi itu.
“Yang paling pas memberikan pemahaman adalah orangtua yang bisa menjalin komunikasi intens dengan anaknya. Sesudahnya, sekolah bisa memberi pemahaman secara edukatif terkait keberadaan LGBT maupun beberapa hal lain terkait kontroversi yang menyertai mereka,“ tambahnya.
Seperti diketahui, media sosial Facebook baru-baru ini mengeluarkan aplikasi pengubah tampilan foto profil menjadi berwarna-warni. Sang pendiri Facebook yang juga pendukung pernikahan sesama jenis, Mark Zuckerberg telah mengganti foto profil di akun pribadinya.
Simbol warna-warni pelangi adalah identitas resmi bendera LGBT. Simbol ini resmi menjadi bendera kaum LGBT pada tahun 1986 sejak dibuat pada tahun 1978 oleh Gilbert Baker. Warna-warni pelangi dalam simbol bendera LGBT memiliki arti masing-masing.